Ba Sama Al Laha Al Rohamana Al Rohayama
Bacalah dengan nama tuhan kamu yang menjadikan. Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan tuhan kamu yang keramat. Yang mengajarkan dengan kalam. Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Al A'laqo

Saturday, September 29, 2012

Nabi Allaha A'yasaya A'layaha Al Salama (Bhgn 2)


Basama Allaha Al Rahamana Al Rahayama

Maka tersebutlah nabi Zakaria datang sembah ke hadrat Allaha Taa’laya sembahnya “Ya tuhanku, anugerahi hambamu anak yang baik perangai akan ganti mendiami tempatku berbuat ibadat ke hadrat Allaha”. Maka Zakaria pun duduk di mihrab dengan merendahkan dirinya memohonkan anugerah itu dan munajat. Zakaria berseru-seru Laqowalaha Taa’laya Qoala Raba Anaya Wahana Al A’zhoma Manaya Wa Ashataa’la Al Raasa Shayabaa Wa Lama Akana Badaa’aka Raba Shaqoyaa. Wa Anaya Khofata Al Mawaalaya Mana Waraatsaya Wa Kaanata Amara Ataya A’aqoraa Fahaba Laya Mana Ladanaka Walayaa. Yaratsanaya Wayaratsa Mana Ala Yaa’qowaba Wa Ajaa’laha Raba Radhoyaa ertinya maka kata Zakaria ya tuhanku lemahlah tulang hambamu, pohonkan anugerah daripada tuhan hambamu anak dan supaya namaku hidup, kabulkan kemudian daripada matiku dan kau tunaikan doa hambamu yang dhoif ini. Maka berseru-seru pula ia kepada tuhannya yang maha tinggi demikian katanya ya tuhanku perkenankan apalah pinta hambamu. Maka Allaha Sabahanaha Wa Taa’laya menyampaikan kehendaknya itu maka di anugerahkan Allaha Taa’laya akan dia seorang anak laki-laki.

Adapun ketahui olehmu tatkala nabi Allaha Zakaria A’layaha Al Salama minta doa itu maka Jibril pun datang membawa firman nasihat. Laqowalaha Taa’laya Yaa Zakarayaa Anaa Nabasharaka Ba Gholaama Asamaha Yahayaya Lama Najaa’la Laha Mana Qobala Samayaa ertinya firman tuhan hai Zakaria bahawa ceritai engkau beroleh seorang anak laki-laki namanya Yahaya dahulu daripada itu seorang pun tiada bernama Yahaya. Bermula Allaha Taa’laya menamai dia dengan tiga namanya. Laqowalaha Taa’laya Wa Sayadaa Wa Hashowaraa Wa Nabayaa Mana Al Shoalahayana ertinya maka berkata Zakaria, Ya Jibril apakala tuhanku menganugerahkan anak akan anak itu kepadaku, apa juga tandanya.

Maka kata Jibril akan tandanya itu bahawa tiga hari tiga malam itu jangan tuan hamba berkata-kata dengan orang melainkan menyebut nama Allaha jua. Demikianlah firman tuhan kepada tuan hamba kerjakanlah oleh tuan hamba Laqowalaha Taa’laya Qoala Raba Ajaa’la Laya Ayata Qoala Ayataka Alaa Takalama Al Naasa Tsalaatsata Ayaama Alaa Ramazaa Wa Azakara Rabaka Katsayaraa Wa Sabaha Ba Al A’shaya Wa Al Abakaara ertinya maka isterinya nabi Allaha Zakaria pun hamillah apabila genaplah sembilan bulan dan sembilan hari dan sembilan ketika maka Yahaya pun jadilah.

Hataya datanglah pada tiga tahun umur Yahaya siang menangis juga kerjanya tiada sekali sukacita pada bermain-main. Duduklah ia pada suatu penjuru rumah maka berseru-seru ia menangis maka ibunya pun bertanya Yahaya katanya “Hai anakku, mengapa maka engkau menangis juga kerjamu maka tiada mau bermain-main”. Maka kata Yahaya “Ya ibuku, bahawa tuhanku yang maha tinggi menjadikan aku tiada di suruhnya bermain-main dan bersuka-suka”. Maka pada sehari sembah Zakaria “Ya tuhanku, bahawa kupohonkan kepadamu anak akan kehendakku daripada sukacita akan hambamu. Tuhanku daripada sehari kepada sehari makin bertambah dukacitaku daripadanya melihat kelakuannya dan suatu pun tiada sukanya melainkan sehari-hari juga menangis berseru-seru juga kerjanya”. Maka datang firman “Hai Zakaria, telah engkau pinta anak yang baik perangainya kepada aku akan sekarang yang baik perangai itu segala hambaku yang berahi akan daku dan menangis ia takut akan seksaku tiada lain di hadapnya melainkan aku”.

Maka sehari Zakaria keluar daripada tempatnya maka di lihatnya segala kaum bani Israil banyak berbuat fasad tiada mau mengerjakan pekerjaan Amara Ba Al Maa’rawafa. Maka oleh Zakaria di tegahkannya mereka itu daripada berbuat fasad maka berserulah orang itu dengan Zakaria maka kata orang itu “Bahawa engkau menyuruhkan kami Amara Bal Al Maa’rawafa itu kami kerjakanlah tetapi jangan engkau tegahkan barang yang lain kami kerjakan”. Maka berapa pun di tegahkan Zakaria tiadalah di turutnya maka hendak di binasakan orang itu Zakaria. Maka nabi Allaha Zakaria pun keluar dari Bayata Al Maqodasa maka oleh segala bani Israil di ikutnya nabi Allaha Zakaria hendak di bunuhnya. Maka kata sepohon kayu kepada nabi Allaha “Marilah tuan hamba masuk ke dalamku” maka kayu itupun membelah dirinya. Maka nabi Allaha Zakaria pun masuklah ke dalam kayu itu maka dengan kudrat Allaha Taa’laya maka kayu itupun merapatkan dirinya.

Maka segala yahudi itupun datanglah kepada pohon kayu itu maka di carinya Zakaria tiadalah kelihatan. Maka ia berkata sama sendirinya “Kemana perginya Zakaria itu maka lenyaplah ia daripada kita” maka hukum Allaha pun berlaku atas hambanya. Maka Iblis A’layaha Laa’nata Allaha pun berkata “Hai kaum, siapa kamu cari ini” maka sahut mereka itu “Bahawa kami cari Zakaria”. Maka kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Zakaria sudah masuk ke dalam pohon kayu ini” maka kata mereka itu “Apa tandanya”. Maka kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Itu rambu serbannya tinggal di luar”. Maka kata orang itu “Apa daya kita mengeluarkan dirinya” maka kata ujar Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Bawalah gergaji di gergajikan dari atas pohon kayu ini lalu ke bawah kita belah dua”. Maka kata orang yang banyak itu “Kami tiada bergergaji” maka kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Akulah berbuat akan kamu gergaji itu” maka oleh si malaun itu di perbuatnyalah gergaji itu kepada ubun Zakaria.

Maka nabi Zakaria pun mengatakan “Aha Jabaraa Yala” maka Jibril pun datang berkata “Hai Zakaria, jikalau sekali lagi tuan hamba mengatakan Aha itu maka firman Allaha Taa’laya di hapuskanlah surat nubuat tuan hamba”. Apabila nabi Allaha Zakaria mendengar kata Jibril demikian itu maka di tahaninyalah sakitnya itu tiada lagi ia mengadah ke langit maka badannya yang suci itu jadi dua bahagi. Maka nabi Allaha Zakaria A’layaha Al Salama pun pindahlah daripada negeri fana ke negeri baqo. Maka di katakan orang kepada nabi Yahaya bahawa ayahanda telah di bunuh oleh yahudi maka Yahaya pun berseru-seru di dalam mihrabnya tiada ia keluar pada malam dan siang ia masygul dengan ibadatnya jua.

Maka pada sehari seorang laki-laki dan seorang perempuan datang kepada nabi Yahaya maka ia berkata “Ya nabi Allaha, jadikan laki-laki ini akan suamiku” maka kata Yahaya “Apa laki-laki ini padamu”. Maka sahut perempuan itu “Ini saudara suami hamba yang mati itu” maka kata Yahaya “Bahawa di dalam taurat tiada harus kerana hukum Allaha Taa’laya pada zaman itu tiada harus saudara mengambil bekas saudara yang mati atau hayat”. Maka kata Yahaya “Hai perempuan tiada aku mau mengahwinkan engkau dengan iparmu ini kerana di dalam hukum demikian tiada harus”.

Maka perempuan itupun kembali ke rumahnya di panggil orang banyak di perjamunya minum tuak. Setelah mabuk oleh orang itu kata perempuan “Pergilah tuan-tuan sekelian bunuhkan hamba Yahaya itu”. Maka kata orang banyak itu “Baiklah, kamilah membunuh dia” maka datanglah orang banyak kepada nabi Allaha Yahaya. Tatkala itu nabi Allaha Yahaya di dalam mihrabnya membaca taurat maka oleh orang itu di sembelihnya Yahaya seperti menyembelih kambing. Setelah nabi Allaha Yahaya A’layaha Al Salama bercerai daripada badan kepalanya maka berkata kepalanya itu “Tiada harus dan tiada baginya”. Segala keluarga nabi Allaha Yahaya pun datang menanamkan mayat nabi Allaha Yahaya maka darah nabi Allaha yang mengalir itupun berkata-kata “Tiada harus dan tiada baginya”.

Perempuan itupun menghimpunkan orang banyak minta pertemukan dengan iparnya itu dengan hukum yang batal. Maka akan perempuan dan iparnya itupun memakailah dan tatkala sanding, Allaha Taa’laya menitahkan dengan datang meliput perempuan itu di buangkannya ke tengah padang. Maka datang harimau dua ekor menangkap perempuan itu yang bedebah, di belahnya di makannya.

Maka tersebutlah nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama apabila besarlah maka Mariam pun ingin akan anaknya tahu menyurat. Pada suatu hari di lihatnya oleh Mariam budak-budak terlalu banyak belajar seorang mualim dan berlajar menyurat. Maka kembali daripada tempat itu Mariam berkata “Hai anakku, hendakku serahkan mengaji kepada mualim itu supaya engkau di ajarnya mengaji dan berbuat bakti kepada Allaha Taa’laya”. Maka kata A’yasaya “Mana kehendak ibuku itu redhalah hamba” tetapi akan A’yasaya tiada ia berkehendak kepada berlajar melainkan ia melihat tamasya jua dan hendak melihat orang belajar jauhnya dan hendak melihat kudrat Allaha Taa’laya dan hendak menunjukkan mukjizatnya juga.

Maka pergilah Mariam membawa A’yasaya kepada mualim ia orang banyak itu maka di serahkannyalah kepada mualim itu. maka kata Mariam “Ya mualim, ajarlah olehmu anakku ini barang yang tahumu yang di anugerahkan Allaha Taa’laya akan anakku itu”. maka kata mualim “Hai Mariam, anakmu ini lagi kecil belum lagi ketikanya berlajar mengaji tetapi biarlah ia duduk di sini. Aku ajar segala sedikit maka di tinggalkan Mariamlah anaknya kepada mualim itu.

Maka pada suatu hari kata mualim itu kepada A’yasaya “Hai budak, mari engkau aku hendak berkata dengan dikau maka datanglah A’yasaya itu duduk di hadapan mualim itu. Maka kata mualim itu “Hai budak yang bercahaya muka, kata olehmu Basama Allaha Al Rahamana Al Rahayama”. Maka kata A’yasaya “Telah aku katalah akan dia Basama Allaha Al Rahaman Al Rahayama” dengan lidah yang fasih dan dengan yakin yang sah. Maka kata mualim “Hai A’yasaya, kata olehmu abjad” maka kata A’yasaya “Tafsir abjad ini apa?”. Maka mualim pun tertawa mendengar kata A’yasaya itu ajaib ia maka “Kata olehmu Hawaza” maka kata A’yasaya “Ya Alahaya Nabaya, apa tafsir Hawaza itu?”.

Maka kata mualim “Hai budak, Allaha Taa’laya memadakan kamu sertamu kebajikan” maka kata mualim “Hai A’yasaya, kata olehmu Hathoya” maka kata A’yasaya “Apa tafsir Hathoya” maka kata mualim “Telah hairanlah aku belum pernah aku melihat seorang juapun seperti budak kecil ink terlalu cerdik ia berkata-kata”. Maka kata mualim “Kata olehmu Kalamana” maka kata A’yasaya “Apa tafsir Kalamana itu” hingga datang kepada kesudahan abjad pun demikian jua kata A’yasaya maka adalah mualim itupun terlalu ghozan maka di ambilnya tongkat maka di palunya A’yasaya.

Maka A’yasaya pun tertawa maka kata A’yasaya “Hai mualim, kembali engkau kepada sempurna akal dan kira-kira tafsir dan ahli al hikmat. Jangan engkau segera pada memukul aku, engkau menyesal pada kemudiannya. Bahawa Allaha Taa’laya tuhan segala alam amat hakim tiada segera pada memukul hambanya yang berbuat a’si kepadanya”. Maka mualim itupun sabarlah daripada ghozannya dan marahnya itu maka kata mualim “Hai budak, segala yang kau kata ini kata yang manafaatkah. Adakah engkau tahu akan tafsir abjad itu?” maka kata A’yasaya “Bahkan tahu aku akan tafsirnya itu”.

Kata mualim itu “Berapa puluh tahun aku mengajar kaum bani Israil itu tiada aku tahu akan tafsir abjad itu” maka kata A’yasaya “Hai mualim, bahawa aku di ajarkan tuhanku ilmu tatkala di dalam perut ibuku dan di keluarkannya aku dengan cahaya ilmuku ke dalam dunia ini serta hikmat dan sempurna akal dan sempurna faham dan kuceritakan segala manusia dengan berbagai-bagai ilmu kurnia tuhan akan daku”.

Maka kata mualim “Berbahagialah perut yang mengandung engkau dan susu yang menyusui engkau. Ajarlah olehmu aku seperti yang di ajarkan tuhan engkau itu” maka kata A’yasaya “Jikalau demikian turunlah engkau dari atas kerusi itu maka aku maakan erti Dal u mengajarkan engkau tafsir abjad itu”. Maka turunlah mualim itu duduk di bawah maka nabi Allaha A’yasaya duduk di atas kerusi mualim itu maka di pegangnya kayu pemalu itu. maka segala budak-budak yang banyak mengaji pada mualim itupun hairan tercengang-cenganglah memandang nabi Allaha A’yasaya.

Maka kata A’yasaya “Hai mualim akan tafsir abjad itu ertinya Alif Laa Alaha Alaa Hawa dan akan ertinya Ba itu Bahaa Allaha, akan erti Jim itu Jamala Allaha, akan erti Dal itu Allaha Daama (Daim) jua. Adapun Hawaza itu erti Ha itu Haawayata Asama Al Naara dan erti Wau itu Wayala Ahala Al Naara , akan erti Zai itu Zaqowama, adapun akan erti Hathoya itu bahawa Allaha A’za Wa Jala menghapuskan dari atas segala lubang minta ampun”. Maka segala tafsir abjad itu semuanya habis di tafsirkan A’yasaya maka ajaiblah segala yang memandang dia itu akan A’yasaya. Maka Mariam datanglah mengunjung anaknya maka kata Mariam ‘Hai mualim, adakah sudah engkau ajarkan sesuatu ilmu akan anakku itu” maka jawab mualim “Jangankan aku mengajarkan dia, ia pula mengajarkan hamba dan memberi aku hairan dan di ajarnya aku daripada yang tiada aku ketahui”. Maka oleh Mariam di bawanya anaknya kembali.

Berapa lamanya maka kata Mariam “Hai anakku, aku hendak menyuruhkan engkau berlajar mencelup kain kepada penghulu benara kain itu. Maka kata A’yasaya “Hai ibuku, barang kehendakmu itu aku lalu ia”. Maka oleh Mariam di bawanyalah A’yasaya kepada penghulu benara itu maka kata Mariam “Ya penghulu, ajar apalah anakku ini barang yang ada pengetahuanmu itu”. Maka kata penghulu benara itu “Baiklah, taruhlah olehmu ia di sini. Aku pun terlalu gemar memandang anakmu ini”. Maka kata di benar oleh Mariam di tinggalkanlah anaknya itu maka Mariam pun kembalilah ke rumahnya.

Antara berapa lamanya A’yasaya itu di rumah benara kain itu maka kain putih pun terlalu banyak dan segala warna pun banyak hadir. Maka penghulu benara pun kembali ke rumahnya maka oleh A’yasaya di ambilnya segala kain itu maka di masukkannya kepada warna yang hitam. Hataya maka penghulu benara itupun datanglah dari rumahnya maka di lihatnya segala kain itu habis hitam di masukkan oleh A’yasaya dalam pasu nila. Setelah di lihatnya hal demikian maka benara itupun berteriak menangis mengguling-gulingkan dirinya dan menampar-nampar kepalanya dan merabit-rabit janggutnya dan menghempas-hempaskan dirinya.

Maka apabila di lihat orang hal benara itu maka berhimpunlah segala orang banyak maka kata orang yang banyak itu “Hai benara, mengapa berteriak ini”. maka kata benara itu “Telah teraniayalah aku sekali ini oleh budak ini. bahawa lihatlah oleh kamu sekelian kain ini habis di celupnya dengan hitam binasalah segala kain orang ini. Apa lagi aku bayar akan dia kerana aku ini kesusahan”. Maka A’yasaya pun berdiam dirinya tiada di jawabnya kata orang banyak ini maka pada ketika itu Mariam pun datang. Maka kata Mariam “Apa mulanya maka anakku engkau kelilingkan ini berhimpun” maka kata segala mereka itu “Hai hamba Allaha, lihatlah perbuatan anakmu ini. ia menganiayai benara ini setelah habislah kain orang di masukkannya ke dalam pasu nila”.

Maka kata Mariam “Hai anakku, mengapa engkau binasakan harta orang banyak ini” maka sahut A’yasaya “Ya ibuku, bahawa aku dapat membaiki kain orang itu. Bahawa aku hendak menunjukkan kudrat tuhan alam pada segala kafir ini”. maka kata A’yasaya “Hai benara, janganlah rosak hati. Bahawa aku mengembalikan barang warna kerana yang kukehendaki itu dengan kudrat Allaha Taa’laya jikalau mau berjanji masuk agama Asalama”. Maka sahut benara dan segala orang yang hadir itu “Jika sungguh seperti katamu itu maulah kami masuk agama Asalama dan percayalah kami akan Allaha Taa’laya”. Maka kata A’yasaya kepada benara itu “Hai benara, berseru-serulah engkau segala orang yang empunya kain itu berhimpun barang bagai warna yang di kehendakinya aku keluarkan daripada warna hitam inilah” maka kata orang banyak itu “Hai benara, turutlah seperti kata kanak-kanak itu kerana tuhan amat besar kuasa dan mendengar dan melihat”. Maka berse-serulah benara yahudi ith maka semuanya orang yang empunya kain itu datang berhimpun kepada benara itu.
   
Maka nabi Allaha A’yasaya pun berdirilah hamper pasu nila itu seraya katanya “Kata olehmu apa-apa warna kain kamu kehendak itu” maka masing-masing ia mengatakan warna yang di kehendaki itu. Kata seorang “Kami kehendaki warna merah” kata seorang “Kami kehendaki warna putih” dan kata seorang “Kami kehendaki warna kuning” dan kata seorang “Kami kehendaki warna hijau” dan masing-masing kehendaknya itu di katakannya kepada A’yasaya. Maka oleh A’yasaya di ambilnya kain di dalam pasu nila itu putih maka jadilah putih kain itu. Jika di kehendak orang itu merah maka di helanya jadilah merah terlebih baik pula celupannya daripada orang isi negeri itu dengan warnanya maka di ambil orang itu tangan nabi Allaha A’yasaya di ciumnya. Maka kata seorang lagi “Inilah kain hamba” maka kata A’yasaya warna apa engkau kehendak” maka kata orang itu “Hamba kehendak warna emas yang sudah tersepuh” maka di ambilnya kainnya itu lalu di ciumnya kaki tangan A’yasaya lalu masuk agama Asalama. Maka datang pula seorang laki-laki katanya “Hamba hendakkan kain hamba ini warna pelangi terbaik daripada sekelian” maka di ambil orang itu kainnya itu maka itupun masuk agama Asalama.

Maka datang pula seorang lagi hendakkan kainnya warna kesumba dengan andas emas dan perak maka oleh A’yasaya di helanya kain orang itu jadilah seperti yang di kehendakinya itu juga tiada bersalahan lagi maka di ambilnya oleh yang empunya kain itu maka iapun masuk agama Asalama. Maka segala empunya kain itupun kembalilah masing-masing membawa kainnya kembali dengan kesukaannya oleh sampai seperti maksudnya. Maka segala upah kain itupun di suruh nabi Allaha A’yasaya berikan benara itu maka penghulu benara itupun banyaklah ia beroleh upah daripada berkat mukjizat nabi Allaha itu maka penghulu itupun masuk agama Asalama dengan sukacitanya.

Maka datang pula perempuan tua daripada yahudi maka ia berkata “Aku hendakkan warna kain aku ini hijau” maka di hela oleh A’yasaya kainnya warna hijau. Maka kata perempuan tua itu “Tiada aku mahukan hijau, aku hendakkan warna merah kainku ini” maka oleh nabi Allaha A’yasaya di celupkan pula kain itu pada pasu nila itu maka di hela A’yasaya jadi warna merah. Maka ujar perempuan itu “Tiada aku mahukan merah aku hendakkan warna putih” maka oleh nabi Allaha A’yasaya di celupkannya kain itu pada pasu nila itu maka di tarikkannya kain itu menjadi warna putih.

Maka barang yang di kehendaki oleh perempuan tua itu tiadalah bersalahan maka kata orang tua itu “Bahawa engkau ini habatan yang amat dusta”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai perempuan tua, engkau ini daripada kaum yahudikah” maka perempuan tua itu menjawab “Bahkan”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Seribu laknat akan engkau hai perempuan malaun maka menjadi keralah engkau” maka dengan izin Allaha Taa’laya maka perempuan itupun menjadi keralah.

Adapun di ceritakan segala mufasir pada sehari itu seribu tiga ratus tiga puluh laki-laki dan perempuan masuk agama Asalama agama nabi Allaha A’yasaya. Maka di ambil Mariam tangan anaknya di bawanya pulang pula. Bermula yang pertama masuk agama A’yasaya mualim yang di ajar A’yasaya tafsir abjad itulah maka mualim itupun meninggalkan rumah tangganya khidmat kepada nabi Allaha A’yasaya.

Maka apabila balighlah A’yasaya maka datang wahaya daripada Allaha Taa’laya demikian firman “Hai A’yasaya, bahawa engkau telahku pilih daripada segala manusia yang banyak dan kuajarkan engkau berbagai-bagai ilmu dan menyembuhkan orang yang sakit dan orang yang buta dan lasa dan sopak dan menghidupkan orang yang mati izinku. Bahawa sekelian itu aku anugerahi akanmu supaya di lihat sekelian manusia kudratku maka percayalah ia akan engkau nabi lagi pesuruhku. Maka pergilah engkau pada sebuah negeri arah ke matahari hidup Jabal Qaf namanya delapan puluh pintu kotanya dan pada suatu pintu itu delapan puluh laki-laki menunggui dia. bahawa sekelian mereka itu akan menurut katamu segeralah engkau pergi ke sana”.

Maka kata A’yasaya akan mualim itu “Bahawa aku di titahkan Allaha Taa’laya pergi pada suatu negeri. Engkau sertakah pergi atau tinggalkah”. Maka kata mualim “Bahawa aku tiada mahu bercerai dengan engkau selagi ada hayatku ini. Janganlah engkau tinggalkan aku daripadamu bahawa aku memandangmu kamu yang amat mulia itu. Janganlah engkau tinggalkan aku daripadamu dan berbuat khidmat aku kepadamu”. Maka kata A’yasaya “Marilah engkau sertaku berjalan bahawa di tunjukkan tuhan kiranya agama yang sebenarnya akan dikau”.

Hataya maka berjalanlah nabi Allaha A’yasaya di iringkan mualim itu maka A’yasaya pun bertemu dengan bukit maka bukit itupun merendahkan dirinya maka di langkahi nabi Allaha A’yasaya dan jika bertemu nabi Allaha A’yasaya dengan sungai yang besar maka tebing sungai itupun mengatupkan dirinya maka berjalanlah nabi Allaha A’yasaya dan setengan sungai itu nabi Allaha A’yasaya berjalan di atas air.

Hataya berapa lamanya maka sampailah nabi Allaha ke negeri Jabal Qaf itu. maka mualim itupun di suruh nabi Allaha utusan masuk ke dalam negeri itu maka kata nabi Allaha A’yasaya “Jangan engkau takut, berdirilah engkau pada pintu negeri itu maka berseru-serulah engkau dengan suara yang maha mulia nyaring. Kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha Wa Rasawalaha ialah yang menyampaikan risalah kepada segala manusia”. Maka pergilah mualim ke pintu negeri itu maka berseru-serulah ia seperti yang di suruh nabi Allaha A’yasaya itu. Maka apabila di dengar orang banyak sampailah kepada raja perkataan itu serta di dengar raja lalu di suruhnya seorang hulubalang pergi bunuh. Maka di bunuhnyalah mualim itu kepalanya pun di keratnya di buangkannya pada suatu tempat.

Setelah hari malam maka nabi Allaha A’yasaya itupun datang pada tempat itu maka di ambil nabi Allaha A’yasaya kepala mualim itu. maka nabi Allaha pun bersungguh-sungguh ia minta doa ke hadrat Allaha Taa’laya maka di kabulkan tuhan doanya maka mualim itupun hidup pula berdiri dengan izin Allaha Taa’laya di hadapan nabi Allaha A’yasaya. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Pergi pula engkau ke pintu raja itu. suruh olehmu ia mengucap shahadat Ashahada Ana Laa Alaha Alaa Allaha Wa Ana A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka kata raja itu “Datang pula ini tiadakah kelmarin itu engkau mati kubunuh” maka kata mualim itu “Bahkan, hai raja”. Maka kata raja itu “Siapa yang hidupkan engkau” maka sahut mualim “Yang menghidupkan aku inilah yang menjadikan engkau dan aku. Ialah menjadikan segala makhluknya”. Maka kata raja itu “Ialah ini habatan yang amat nyata” maka di bunuh oleh segala menterinya itulah ia maka dagingnya di suruh makan pada segala binatang.

Apabila malam hari maka nabi Allaha A’yasaya pun sembahyanglah maka lalu ia pinta doa ke hadrat Allaha Taa’laya maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai segala binatang yang makan daging dan tulang mualim, keluarlah daging dan tulang mualim itu kembalikan kepada aku”. Maka akan segala binatang itupun berhimpunlah maka di keluarkannyalah daging dan tulang mualim itu dari dalam perutnya. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai mualim, hiduplah engkau seperti dahulu” maka mualim itupun hiduplah lalu ia berkata Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai mualim, betapa engkau rasai dan engkau lihat tatkala engkau mati itu”. maka kata mualim itu “Adalah aku pada tanam-tanaman syurga dan berbagai-bagai daripada nikmat yang terlalu lazat citarasanya dan bebefapa daripada bidadari yang terlalu baik parasnya”.

Setelah siang hari maka pergi pula mualim itu ke pintu raja itu maka katanya “Hai raja yang amat bebal, kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka apabila di lihat raja itu katanya “Karam bagi kamu segala orangku, tiadakah kelmarin ia kita suruh bunuh dan kusuruh makan pada segala binatang”. Maka kata raja itu “”Engkau siapa mengeluarkan engkau daripada segala binatang itu dan siapa yang menghilangkan engkau daripada mati itu. bahawasanya pekerjaan ini amat besar adanya”. Maka kata mualim “Hai raja bebal, bahawa engkau ini terlalu bebal sekali. Jika engkau tiada percaya akan Allaha Taa’laya dan akan rasulnya dan sangatlah karammu dan seksa yang amat pedih kau rasai daripada tuhan yang maha tinggi. Bahawa tuhan alam itu Allaha mengetahui. Hai raja, jika engkau tiada menurut katanya pesuruh tuhan ini nescaya menyesallah engkau selama-lamanya dan bahawa akan selama-lamanya pun tiadalah berguna lagi. Hai raja kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha bahawa akan nabi Allaha A’yasaya itu hamba Allaha dan pesuruhnya pada segala makhluknya”. Maka kata raja “Di mana A’yasaya itu sekarang” maka kata mualim “Ada ia pada suatu tempat duduk berhenti “. Maka keluarlah raja itu dengan segala menterinya dan hulubalangnya pergi mendapatkan nabi Allaha A’yasaya.

Hataya sampailah kepada nabi Allaha maka raja itupun memberi salam katanya “Al Salaama A’laya Kama” maka sahut nabi Allaha A’yasaya “Al Salaama A’laya Mana Atabaa’ Al Hadaya Wa Athoaa’ Al Malaka Al Aa’laya Wa Atabaa’ Al Anabayaa Wa Al Rasala” ertinya sejahtera atas barang siapa mengikut jalan betul dan berbuat kebaktian kepada tuhan yang maha tinggi dan ikut agama segala pesuruhnya segala anabaya maka iaitu luput daripada seksa neraka. Barangsiapa menyalahi kata nabi Allaha sesatlah ia jalan ke dalam neraka.

Maka kata raja itu “Hai A’yasaya, engkau ini apa” maka kata nabi Allaha A’yasaya “Aku ini pesuruh Allaha di titahkan Allaha Taa’laya aku kepadamu. Ialah tuhan menjadikan langit dan bumi dan ia jua tuhan yang mendengar dan melihat dan tiada ia di lihat orang dan ialah tuhan dunia akhirat. Kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka sahut raja itu “Ada suatu lagi aku kehendaki kepadamu hai A’yasaya tanda barahana daripadamu supaya sangatlah percaya aku kepadamu”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Apa kehendakmu aku dapat menyampaikan dia kehendakmu itu”.

Maka di ambil raja itu seorang tua dan seorang sopak dan seorang lasa dan seorang buta maka di bawanya ke hadapan nabi Allaha A’yasaya maka kata raja itu “Jikalau baik orang empat perkara itu sebenarnyalah tuhanmu itu menyuruhkan engkau”. Setelah di pegang nabi Allaha dengan tangannya maka orang tua itupun menjadi muda, maka yang sopak itupun menjadi baiklah dan yang buta pun dan lasa pun hilanglah menjadi berlihatlah ia. Maka keempat mereka itu berkata “Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”.

Maka tercenganglah raja itu melihat mukjizat nabi Allaha A’yasaya itu maka raja itupun berkata “Bahawa inilah pekerjaan yang amat besar adanya daripada nabimu yang aku pun tiada pernah ku dengar seperti kelakuan ini”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Bahawa pekerjaan ini pekerjaan tuhan segala alam tertentu daripada dahulu”. Laqowalaha Taa’laya Ana Maa Amaraha Azaa Araada Shayaa Ana Yaqowala Laha Kana Faya Kawana ertinya. Kata raja itu “Ada suatu lagi kehendakku hai A’yasaya. Bahawa bapaku dan ibuku bahawa kedua itu mati hendaklah kau hidupkan supaya sangatlah aku percaya akan dikau dan ku sungguhkanlah engkau nabi”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya kepada raja itu “Marilah engkau pergi sama dengan aku kepada kubur ibubapamu itu”. maka raja itupun pergilah dengan segala menterinya hulubalangnya dan rakyatnya sama-sama dengan nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama.

Maka sampailah kepada kubur ibubapanya raja itu maka kata raja itu “Hai A’yasaya, inilah kubur ibubapaku, hidupkanlah olehmu keduanya ini”. Maka nabi Allaha A’yasaya pun minta doa kepada Allaha Taa’laya sembahnya “Ya tuhanku, bahawa engkau jua mematikan segala yang hidup dan menghidupkan segala yang mati dan engkau jua yang amat kuasa pada barang yang kehendakmu. Hidupkan kiranya ya tuhanku ibubapa raja ini”. Maka oleh nabi Allaha A’yasaya di suruhnya buka kubur keduanya itu maka keduanya pun bangkitlah daripada kuburnya lalu keduanya berkata “Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha bahawa tiada tuhan yang lain hanya Allaha jua raja yang sebenarnya dan amat besar kerajaannya dan ia jua yang memberi kaya segala hambanya. Nabi Allaha A’yasaya ini pesuruhnya”.

Maka keduanya berkata “Hai anakku, bahawa kami sudah mati maka sangatlah kami merasai seksa tuhan alam oleh kerana kami di dalam dunia kafir. Bahawasanya ialah nabi Allaha A’yasaya ini kepercayaan Allaha Taa’laya”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Kembalilah kamu kedua ke dalam kubur kamu” hataya maka kubur itupun terkatuplah dengan izin Allaha Taa’laya. Apabila di lihat raja itu hal demikian itu maka raja itupun percayalah akan nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama pesuruh Allaha. Maka raja itupun dengan segala menterinya dan hulubalangnya dan segala tenteranya kesemuanya masuk Asalama pada agama nabi Allaha A’yasaya. Di  suratnya pada segala pintu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha.

Apabila sudahlah mereka itu masuk agama Asalama maka kembalilah nabi Allaha A’yasaya dan mualim kepada ibunya Mariam. Maka kata nabi Allaha “Hai ibuku, bahawa akan negeri dunia ini negeri huru-hara dan negeri sia-sia dan tiada kekal baginya dan segala yang menuntut dia itu sahaja akan hilang daripada segala kekayaannya atau kepapaannya. Bermula akan negeri akhirat inilah yang kekal dengan mulianya dan bahawa negeri inilah kesukaan dan kegemaran nafsu. Marilah kita mendapatkan Allaha Taa’laya supaya kita berbuat amal isi syurga dan perbuatan yang di perkenankan Allaha Taa’laya. Maka berjalanlah keduanya kepada suatu bukit naiklah keduanya ke atas bukit itu maka di perbuatnya suatu madrasah. Di sanalah Mariam dan A’yasaya duduk berbuat ibadat dan taat kepada Allaha Taa’laya maka puasa ia pada siang dan berdiri ia pada malam berbuat ibadat dan taat.

Berapa lamanya pada suatu hari A’yasaya pergi berjalan pada suatu tempat maka Malaka Al Mawata pun datang kepada Mariam. Maka kata Malaka Al Mawata “Al Salaama A’laya Kama ya perempuan yang shidiq. Faya Qolabaka Wa Al Shoalaha Faa’laka hai yang puasa pada siang hari dan berdiri pada malam”. Maka kata Mariam “Wa A’laya Kama Al Salaama Wa Rahamata Allaha Wa Barakataha. Siapa jua tuan hamba ini maka gementarlah sendi hamba melihat tuan hamba”. Maka kata Izrail “Hambalah yang meruntuhkan kerajaan segala raja-raja dan yang hilangkan citarasa. Bahawa hambalah Malaka Al Mawata”.

Setelah Mariam mendengar kata Malaka Al Mawata itu maka kata Mariam “Ya kekasihku, akan engkau datang ini hendak mengunjung akukah atau hendak mengambil nyawa akukah”. Maka kata Malaka Al Mawata “Tiada ibadat bagiku mengunjung tuan hamba melainkan yang kukerjakan itu mengambil nyawa tuan hamba juga. Bersegeralah ya Mariam aku mengambil nyawamu” maka kata Mariam “Bahkan terlalu baik sekali supaya segera aku mengadap tuhanku”. Maka kata Malaka Al Mawata “Ya Mariam, telah hampirlah ajalmu dan putuslah ilmumu maka hadapkanlah mukamu kepada Allaha A’za Wa Jala” maka kata Mariam “Malaka Al Mawata, beri apalah aku bertangguh bertemu dengan anakku supaya kulihat mukanya dan kecium baunya. Maka kata Malaka Al Mawata “Tiada dapat aku menangguh engkau kerana ajalmu pada ketika inilah”. Maka Malaka Al Mawata pun hampirlah pada Mariam lalu di ambil nyawanya Mariam di bawa naik ke langit.

Maka tubuh Mariam tinggal pada mihrabnya itu hataya maka nabi Allaha A’yasaya pun kembalilah daripada kejalanannya. Di bawanya ada berapa buah kemandaki qasadnya akan buka puasa dan bahawa di lihatnya ibunya terbaring pada mihrab. Maka pada hatinya bahawa ibu ini tidur maka A’yasaya pun berdiam dirinya. Datang kepada waktu maghrib di lihatnya tiada juga ibunya bangkit maka nabi Allaha A’yasaya pun berseru-seru katanya “Ya ibuku, ketika orang berbuka puasalah ini. bangkitlah ya ibuku”. Maka tiada juga sahutinya maka nabi Allaha A’yasaya pun berdiam dirinya hingga lalu tengah malam. Maka berseru-seru pula ia “Ya ibuku, mengapa maka malam ini tiada ibuku bangkit. Tiadakah ibuku puasa sementara belum subuh” maka tiada juga Mariam menyahut maka tahulah nabi Allaha A’yasaya akan ibunya sudah mati itu.

Maka nabi Allaha A’yasaya pun merebahkan dirinya maka segala malaikat isi langit pun semuanya menangis. Maka firman Allaha Taa’laya “Diamlah kamu hai segala malaikatku, bahawasanya anugerahku akan ibu A’yasaya itu tiada pernah di lihat dengan matanya dan tiada pernah di dengar dengan telinganya dari dalam syurga”. Maka bangkitlah nabi Allaha A’yasaya turun dari atas bukit itu lalu ia pergi kepada suatu dusun. Maka berdirilah ia hamper rumah orang dusun itu maka kata orang itu “Hai laki-laki, siapa engkau dan apa firasatmu ini”.

Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Namaku A’yasaya anak Mariam, telah matilah ibuku kain tiada padaku akan mengapan dia”. Maka kata yang empunya ruman itu bertanya “Di mana mayat ibumu itu” maka sahut nabi Allaha A’yasaya “Di kemuncak bukit itulah” maka kata yang empunya rumah itu “Hai A’yasaya, kerana bukit itu tiga ratus tahun sudah lamanya tiada seorang jua pun pergi ke sana. Di atas bukit itu banyak ular besar-besar betapa dapat duduk di atas bukit itu”. Maka di berinya kain akan nabi Allaha A’yasaya maka di ambil A’yasaya kain itu lalu di bawanya naik ke atas bukit itu.

Serta ia sampai pada ibunya yang sudah mayat itu di dapatinya Jibril dan Mikail dan banyak bidadari memandikan mayat ibunya dan di bawanya oleh bidadari itu kapan daripada sandusa dan astabaraq dan cendana dan kapur di dalam syurga hingga di kerjakanlah bidadari itu mandikannya di kapankan mayat Mariam. Di sembahyangkan oleh nabi Allaha A’yasaya dan Jibril dan Mikail segala malaikat itu lalu di tanamkan Mariam. Setelah sudah maka kembalilah segala malaikat itu ke langit maka tinggallah nabi Allaha A’yasaya seorang dirinya selaku-laku orang gila adanya oleh tiada beribu itu.     
    
Maka nabi Allaha A’yasaya pun sembahyang dua rakaat salam maka ia minta doa kepada Allaha “Ya tuhanku, bahawa ibu hambamu ghaiblah daripada hambamu tiada hambamu ketahui barang yang berlaku atas ibu hambamu itu. Kupohonkan kepadamu ya tuhanku, berkat nama Mahamada Mashothofaya yang kau titahkan pada akhir zaman itu kau anugerahi kiranya ibuku ini berkata-kata dengan aku”. Maka di dengar nabi Allaha A’yasaya suara demikian bunyinya “Tanyalah ibumu itu barang kehendakmu di sahutinyalah tanyamu itu oleh ibumu”.

Maka nabi Allaha A’yasaya pun menghampir pada kubur ibunya maka ia berseru-seru “Hai ibuku, sekarang engkau ghaiblah daripada aku. Bahawa aku tiada tahu akan hukum maka ceritai aku olehmu barang yang sampai kepadamu itu daripada azabkah atau daripada rahmatkah. Maka sahut Mariam “Bahawa sampailah ke hadrat tuhanku maka lalu di kurnianya akan aku rahmat dan ampun dan anugerahinya aku syurga dan mashahadah yang amat mulia itu”. Maka di ceritakan pula pada ketika ia Sakarata Al Mawata itu jika di parang dengan pedang seribu kali tiada akan ada sakitnya seperti Sakarata Al Mawata. Hai anakku, di peliharakan Allaha Taa’laya kiranya dengki tatkala engkau bertemu dengan Sakarata Al Mawata, Ana Shaa Allaha Taa’laya di pertemukan kiranya aku dan engkau di dalam syurga. Bahawa aku telah dahulu daripada merasai kebajikan dan rahmat dan kejahatan itu”.

Maka Mariam pun berdiam dirinya tiada lagi ia berkata-kata maka sembah nabi Allaha A’yasaya “Ya tuhanku, akan ibuku pun kau berilah ia maut itu” maka di dengar nabi Allaha A’yasaya suara berkata-kata itu “Hai A’yasaya, bahawa akan Sakarata Al Mawata itu tujuh puluh dua seksa hanya suatu juga yang kusuruh kenakan pada ibumu itu bahawa akan yang lain itu tujuh puluh seksa itu dan dua itu di rasainya”. Demi nabi Allaha A’layaha Al Salama mendengar firman demikian itu maka nabi Allaha A’yasaya pun pengsanlah. Maka apabila sembuhlah daripada pengsan itu maka katanya “Hai yang mengampun dosa, engkau jua hambamu harapkan mengampun dosanya hambamu tatkala merasai Sakarata Al Mawata itu” maka berjalanlah nabi Allaha A’yasaya pada kejalanannya. 

Sumber: Kitab Qoshosho Al Anabayaa                                                        
                                     

Thursday, September 20, 2012

Nabi A'yasaya A'layaha Al Salama (Bhgn 1)


Adapun setelah Sulaiman bercerailah daripada dunia maka adalah anak nabi Allaha Sulaiman yang bernama Aramaya terlalu amat baik rupanya. Apabila ia berjalan senantiasa dengan tudungnya tiada pernah ia menunjukkan dirinya dan mukanya kepada orang daripada ia memeliharakan daripada bencana sesuatu akan dia dan tergemari ia pada tempat ibadat juga barangkali ia mengajarkan nasihat pada segala makhluk. Maka tiada orang itu menurut katanya dan di perbuat mereka itu kerja fasad jua membinasakan dirinya. Maka Allaha Sabahanaha Wa Taa’laya menganugerahkan nubuat akan nabi Aramaya A’layaha Al Salama ia suruhkan mengajar segala kaumnya.

Bermula akan nabi Allaha Aramaya A’layaha Al Salama menghukumkan dan menghafazkan taurat seperti wahyu pada segala bani Israil. Maka di tegahkan akan mereka itu jangan berbuat fasad maka tiada dengarkan oleh mereka itu pengajar nabi Allaha Aramaya itu. Di lihat oranglah ia hanyalah seorang tiada berkeluarga kasihan maka datang wahyu daripada tuhan yang maha tinggi kepada nabi Allaha Aramaya mengatakan bahawa akan datanglah kebinasaan segala bani Israil. Bahawa akan datang kebinasaan itu pada tangan seorang raja yang tiada rahim hatinya. Bahawa akan raja itu di peranakkan ibunya “Katakanlah kata ini pada segala bani Israil bahawa agar perbuatan yang jahat itu jangan kamu kerjakan lagi dan jika kamu perbuat juga tiada siapa menolong kamu”. Maka kata segala bani Israil “Tiada kami takut akan yang kau kata itu bahawa kaum kami pun banyak sedangkan haqona Turkistan dan raja A’jam dan Habshah dan sekelian berkata ia oleh kami jika ia datang pun lari juga ia oleh kita”.

Setelah Sulaiman sudah wafat maka raja Hindustan pun datang dengan segala tenteranya akan mengambil perbendaharaan Asalama. Barangkala hampirlah ia ke masjid Bayata Al Maqodasa maka segala kaum bani Israil pun datanglah ia ke masjid mendudukkan segala rijalnya membaca kitab taurat maka dengan angin pun turun membinasakan segala seterunya raja Hindustan daripada gajah kudanya pun habis di terbangkan angin. Demikianlah serangan itu maka segala yang tinggal itu habis lari pulang ke negeri. Shahdan akan haqona Turkistan dengan segala askarnya pun habislah binasa oleh kerana lobanya akan khazanah Asalama.

Bahawa Allaha Taa’laya akan binasa segala kaum bani Israil itu oleh kerana ia tiada mendengar kata nabi Aramaya A’layaha Al Salama. Maka nabi Aramaya pun minta doa katanya “Ya tuhanku, engkau juga yang amat tahu akan kaum bani Israil tiada mahu menurut kata hambamu. Hanya engkau jua yang terlebih tahu akan hal hambamu dengan segala kaum ini”.

Laqowalaha Taa’laya Bakhota Nashora. Ada seorang perempuan terlalu baik rupanya tetapi ia faradayasa maka hati raja Rawahama Jendera pun ingatkan perempuan itu. Maka malam itu duduklah raja Rawahama dengan perempuan itu maka dengan sekali itu juga perempuan itupun buntinglah hingga datang pada masanya akan beranak. Maka beranaklah perempuan itu maka kata perempuan itu “Tiada aku mahu memeliharakan dia” maka di gulungnya anaknya itu dengan tikar buruk maka di hantarkannya kepada kaki berhala maka pergilah ia dari sana.

Maka Allaha Sabahanaha Wa Taa’laya menitahkan seekor anjing datang menyusui budak itu dan di jilatnya barang yang cemar pada tubuh budak itu hingga datang kepada setahun lamanya demikianlah hal budak di susui anjing itu. Pada suatu hari datang ibunya melihat akan dia maka pada sangka ibunya hidupkah atau matikah anakku ini maka di lihatnya besarlah anaknya itu ia duduk bersandar. Maka berkata ibunya “Siapa juga memeliharakan engkau ini” maka dengan seketika itu juga maka di lihatnya datang seekor anjing dengan mata susunya memancur-mancur maka di hantarkannya ke mulut budak itu. Setelah di lihat ibunya hal anaknya demikian itu maka hairanlah ia maka anjing itupun pergilah.

Maka oleh ibunya anaknya itu di bawanya kembali ke rumahnya maka di namainya Bakhota Nashora ertinya budak ini di tolong berhala. Setelah kanak-kanak itu di bawanya itu pada sesaat lagi anjing itupun terawang lalu di palukannya kepalanya kepada berhala itu daripada panas hatinya maka anjing itupun matilah. Maka oleh ibunya di berinya anaknya itu susu dan nasi maka tiada mahu ia maka kata perempuan itu “Baik aku pergi panggil anjing itu ke mari supaya susunya anakku”. Pergilah ia melihat anjing maka anjing itu pun sudah mati maka bercintalah ia lalu kembali ke rumahnya maka kanak-kanak itupun di dapatinya tidur. Maka di hantarkannya susunya ke mulut budak itu maka dengan firman Allaha Taa’laya kering susunya itu pun berairlah lalu di minum budak itu. Maka budak itupun setahunlah menyusui pada ibunya sendiri dua tahun ia menyusui dengan susu anjing itu.

Hingga datang kepada tujuh tahun umurnya budak itu maka iapun besarlah dengan sihat tubuhnya, matanya seperti mata kucing, kepala seolah dahman sebelah kakinya dan beberapa kanak-kanak melawan dia tiada juga kalah. Maka di lihat ibunya anaknya itu terlalu kuat maka katanya “Hai anakku tiada upaya aku mencari beri engkau makan bahawa engkau pergilah mengambil kayu api jualkan olehmu akan makanan kita tiap-tiap hari seberkas kayu api” jualkannya belanjanya ibunya.

Setelah datang kepada empat belas tahun umurnya maka datang firman Allaha Taa’laya kepada nabi Allaha Aramaya A’layaha Al Salama “Pergilah engkau daripada Bayata Al Maqodasa ke benua Babil maka carilah yang menolong engkau”. Maka sembah nabi Allaha Aramaya “Alahaya Al Maala Taa’lama” ertinya tuhanku tiada aku mengenal dia maka Jibril pun datang berkata “Adapun budak itu tandanya berjual kayu api di tanggungnya”. Maka nabi Allaha Aramaya pun berjalanlah datang ke negeri Babil maka di lihatnya seorang budak duduk di atas berkas kayu api hendak berjual kayunya.

Maka di lihat oleh nabi Aramaya tiadalah bersalahan seperti kata Jibril itu adalah pada budak itu. Maka kata nabi Allaha Aramaya “Hai kanak-kanak apa namamu?” maka sahut budak itu “Namaku Bakhota Nashora”. Maka kata nabi Allaha Aramaya “Hai kanak-kanak jikalau engkau menjadi raja peliharakan olehmu aku dan anak cucuku” maka sahutnya “Baiklah”. Maka ujar nabi Allaha Aramaya “Hendaklah engkau beri surat perjanjianmu maka kata budak itu “Aku tiada tahu menyurat”. Maka kata nabi Allaha Aramaya “Beri tanda tapak tanganmu kertas ini” maka di berinya tapak tangan di dalam kertas itu maka di ambil oleh Aramaya maka kembalilah ia ke Bayata Al Maqodasa.

Maka kata Aramaya bahawa kulihat seorang pada tangannyalah segala bani Israel itu kerana tiada sekali ia berbuat kasih akan orang. Laqowalaha Taa’laya Wa Qodhoyanaa Alaya Banaya Asaraa Yala Faya Al Kataaba Latafasadana Faya Al Aradho Maratayana Wa Lataa’lana A’lawaa Kabayaraa Fa Azaa Jaa Waa’da Awalaa Hamaa Baa’tsanaa A’laya Kama A’badaa Lanaa Awalaya Baasa Shadayada Fa Jaasawaa Kholaala Al Dayaara Wa Kaana Waa’daa Mafaa’walaa ertinya telah kami hukumkanlah segala bani Israil itu terserahkan pada seorang raja yang zalim yang tiada rahim oleh sebab kerana mereka itu kami jadikan atas mereka itu buat fasad di dalam bumi dan di hinanya rasulnya iaitu rasul kami maka di balas mereka itu jadikan atas mereka itu seorang yang zalim yang tiada rahim hatinya membinasakan mereka itu. Maka nabi Allaha pun masuk ke dalam Bayata Al Maqodasa berbuat ibadat.

Maka tersebutlah perkataan Bakhota Nashora berlajar mengaji baharu ia tahu menyurat dan berkira-kira. Maka ia berkata kepada gurunya itu “Ahawa Khoyaba berilah aku suatu pekerjaan yang memberi manafaat sahih dan akan hamba pun”. Maka ujar gurunya itu “Tahukah engkau menyurat” maka katanya “Tahu hamba menyurat”. Maka di ambilnya kalam dan kertas di suratnya maka terlalu baik khatnya maka gurunya pun terlalu sukacita melihat khatnya di suratnya baik. Maka ujar gurunya itu “Apa pekerjaan yang engkau kehendaki” maka katanya “Penghulu penjara itu shoahaba berikan hamba” yakni guru itu menteri itulah yang di katanya guru itu. Maka kata menteri “Segala pekerjaan penjara di serahkannyalah akan Bakhota Nashora”. Adapun lima ribu orang yang terpenjara itu dan terantai pada lehernya akan raja orang yang terpenjara itu. Pagi-pagi ia mengambil kayu api seorang seberkas di jualkannya akan makannya.

Pada suatu hari Bakhota Nashora dengan segala orang yang terpenjara itu berjamu-jamuan maka kuranglah emas datang kepada menteri itu. Akan Bakhota Nashora maka oleh menteri itu di ambilnya buli dakwat di palukannya kepada kepala Bakhota Nashora maka Bakhota Nashora pun luka lalu ia pun kembali ke rumahnya dengan darahnya. Lalu ia mendapatkan ibunya katanya “Beberapa pun kukerjakan tiada juga kelihatan” maka katanya “Hai ibuku, jikalau belum aku ambil kekayaan dan kebesaran ini belum pun puas hatiku”. Maka Bakhota Nashora pun pergilah ia mendapatkan segala terpenjara itu katanya “Antara aku dan antara kamu sekelian ada suatu rahsia” maka katanya “Segala kamu orang penjara, telah beberapa tahunlah kamu di dalam kesakitan ini. Jikalau mahu kamu sekelian mengerjakan sertaku barang suatu pekerjaanku bahawa lepaslah kamu daripada kesakitan ini”.

Maka kata orang “Sebanyak itu apa jua untung kami lepas daripada penjara itu dan barang katamu itu kami turutlah barang yang engkau suruh itu kami sekelian kerjakanlah”. Kata Bakhota Nashora “Bawalah akan daku seorang seberkas kayu api. Lima ribu orang kamu lima ribu berkas kayu api” maka ujar mereka itu sekelian “Baiklah, kamilah membawa kayu api seorang seberkas kepada tuan hamba”. Setelah di bawanyalah kayu api itu maka di jualkan Bakhota Nashora maka harga kayu api itu belikan akan senjata maka di lengkapinyalah lima ribu orang itu dengan senjata datang kepada hari raya. Maka segala kaum itu di berinya makan dan pakaian lengkapi dengan senjatanya maka katanya “Hai segala kaum, malam ini barang siapa bertemu dengan kita bunuhlah”. Maka ibu Bakhota Nashora pun keluh kesah hatinya akan kerja anaknya itu takut akan orang terpenjara itu tiada sekata dengan anaknya itu. Maka ujar anaknya “Hai ibuku, habaya-habaya jangan engkau datang kepada aku malam ini bahawa seorang pun tiada dapat mengusik kita”.

Maka hari pun malamlah maka tiada juga sedap hati ibu Bakhota Nashora itu maka ia bertemu dengan orang banyak itu. Maka kata orang banyak “Demi kepalamu jangan apalah tuan hamba mendapatkan anakanda pada malam ini kerana pekerjaan ini terlalu amat besar adanya”. Maka ibunya Bakhota Nashora tiada dengar kata orang itu pergi juga ia kepada anaknya. Di katanya “Hai anakku pekerjaan yang berlebih-lebihan ini apa gunanya kepada engkau” maka ujar Bakhota Nashora “Hai ibuku, bukankah sudah kukatakan kepada ibuku pada malam ini jangan engkau datang mendapatkan aku”. Maka lalu di penggalnya kepala ibunya itu di lihat segala orang banyak itu tiada ia sayang akan ibunya itu akan orang lain betapa lagi maka takutlah orang banyak itu akan dia.

Maka hari pun diniharilah maka orang banyak pun keluarlah dari dalam rumahnya maka di suruhnya penggallah kepala orang itu datang kepada tengah hari dua belas ribu orang penggal kepalanya. Maka Bakhota Nashora dengan lima ribu orang itupun datanglah kepada hadapan sultan maka titah sultan “Segera tutupkan pintu kita” maka tiada sempat lagi menutup pintu. Maka Bakhota Nashora dengan segala kaumnya pun naiklah ke istananya sultan maka di lihat sultan ke tengah negeri darah mengalir seperti sungai maka sultan berseru-seru “Ahawa Bakhota Nashora, jika engkau tiada binasakan kerajaanku ini ambillah padamu tetapi akan hal engkau itu tuntutilah pada menteri itupun kuberikanlah kepadamu barang kehendakmu atas menteri itu lakukanlah olehmu”.

Demikianlah hal segala raja dan segala menteri yang alpakan dirinya, tiada ia membaiki negerinya dan ingat daripada keteguhan kota paritnya, lain daripada pekerjaan negeri di kerjakannya lali dengan kekayaannya. Bahawa akan raja-raja itu hendak hadir dengan kelengkapannya dan laskar hulubalangnya dengan senjatanya di halaman istananya. Bahawa akan raja-raja itu hendak juga senantiasa berhadapan dengan segala menterinya dan segala tenteranya supaya warta baik dan jahat daripada segala negeri di dengarnya. Maka terhukumkan negeri itu dengan amarnya dan adilnya dan tiadalah dapat seteru itu berbuat aniaya pada negeri itu dengan sebab amarnya yang keras itu atas tenteranya. Maka Bakhota Nashora pun datanglah ia ke rumah gurunya iaitu menteri itu maka di robohkannya pagarnya. Maka masuklah ia ke dalam rumah menteri itu maka menteri itupun di tangkapnya dengan segala isi rumahnya. Maka di suruhnya cari anak di dalam riba orang dudukkannya dengan taulannya yang lepas daripada penjara itu dan di berinya seorang seekor kuda dan harta pun terlalu banyak di berikannya.

Maka Bakhota Nashora pun naik rajalah di negeri Babil maka ujar sultan “Ahawa Bakhota Nashora, akan nyawaku inilah aku pinta kepadamu maka yang lain daripada itu ambillah olehmu” maka kata Bakhota Nashora “Aku lepaskanlah sultan daripada mati, tiadalah orang lain lagi menyakiti sultan”. Setelah di dengar sultan setianya itu maka di bawanya sultan beberapa daripada emas dan harta maka pindahlah sultan daripada istananya itu kepada suatu tempat yang lain dan yang baik dan berapa khadam dan dayang-dayang sertanya. Maka Bakhota Nashora pun tetaplah kerajaan di dalam negeri itu berapa lamanya ia di atas tahta kerajaannya dengan sentosanya maka laskarnya pun terlalu amat banyak berhimpun kepadanya. Maka menyuruhlah ia perang kepada segala pihak negeri maka semuanya alah olehnya maka datang kepada negeri A’jam dan A’rab Turki dan Turkistan dan negeri Hindi dan Sandi sekelian raja-raja itu di bawah pengadapannya dan amat keras hukumnya sekelian menurut titahnya.

Maka pada sehari raja Bakhota Nashora berkata pada segala menterinya “Adakah lagi negeri yang belum lagi terhukum oleh kita dan tiada menurut kata kita”. Menyembah menterinya “Banyak lagi tuanku negeri Sham, kedua negeri Mesir, ketiga negeri Maghrib. Bahawa akan negeri tiga buah itu banyak laskarnya seperti laskarnya A’jam”. Maka raja Bakhota Nashora pun bersumpah “Negeri Asalama lah dahulu aku ambil kemudian maka segala negeri yang lain”. Maka di himpunkannya delapan laksa hulubalang yang baik naik kuda maka pergilah ia ke benua Sham. Maka wartanya pun datanglah ke Bayata Al Maqodasa bahawa raja Bakhota Nashora pun dengan segala laskarnya datanglah ia maka nabi Allaha Aramaya lagi di dalam ibadatnya. Maka keluarlah nabi Allaha Aramaya menyatakan kata pada segala kaum bani Israil “Ahawa segala kaum laskar seksa tuhan yang maha kuasa melakukan kehendaknya tiadalah dapat yang lain daripadanya”.

Maka segala kaum bani Israil sekeliannya menurut kata nabi Allaha Aramaya. Semuanya berbuat ibadat dan bacanya Tawarayata menolakkan bala itu. Setelah Bakhota Nashora datang ke Bayata Al Maqodasa segala bani Israil itupun sujud ke bumi berseru-serulah mereka itu kepada tuhannya yang maha tinggi dengan dukacitanya. Maka dengan anugerah Allaha A’za Wa Jala di perkenankannya doa mereka itu maka segala laskar Bakhota Nashora pun habis lari cerai berai. Maka raja Bakhota Nashora pun tiada berdaya lagi lalu ia kembali ke negerinya. Maka sukacitalah segala kaum bani Israil tiadalah ia berbuat ibadat dan tiadalah mereka itu syukur akan anugerah tuhan alam maka berbuat fasadlah pula mereka itu maka Allaha Taa’laya mengeluarkan Zakarayaa (Zakaria) daripada kaum itu.

Laqowalaha Taa’laya apabila sudah besar nabi Zakaria bahawa menghukumkan segala kaum bani Israil itu maka segala mereka itupun menurut kata nabi Allaha Zakaria lah dan membawa iman akan nabi Allaha Zakaria. Maka pada tiap-tiap hari datang orang mengadap Zakaria maka nabi Zakaria pun menyuruh mereka itu pada jalan yang sebenarnya. Laqowalaha Taa’laya Ana Allaha Ashothofaya Adama Wa Nawahaa Wa Ala Abaraahayama Wa Ala A’maraana A’laya Al A’alamayana ertinya firman tuhan bahawa Allaha Taa’laya juga memilih Adam dan Nuh dan segala keluarga Ibrahim dan keluarga A’mran atas segala alam.

Laqowalaha Taa’laya apabila matilah ibu Marayama (Mariam) dan bapanya maka yatimlah Mariam itu tiada beribu dan berbapa. Maka berhimpunlah segala zaahada dan a’bid dan pendita daripada kaum bani Israil dua belas ribu banyaknya diam di Bayata Al Maqodasa. Maka adalah Zakaria itu terlebih takutnya akan Allaha daripada mereka itu sekelian. Maka segala bani Israil bercerita kepada Zakaria “Nabi Allaha, bahawa akan Mariam itu matilah ibu bapanya sekarang ini telah yatimlah ia”. Maka akan zaahada dua belas ribu itu masing-masing hendak memeliharakan Mariam. Kata seorang “Hambalah memelihara akan dia” maka jadi berbantahlah mereka itu. Zakaria pun berkata “Hai segala kaumku pulanglah kamu daripada ibadah kamu. Ana Shaa Allaha Taa’laya malam kelak aku pinta doa ke hadrat tuhan alam barang siapa di titahkan tuhan alam ialah memeliharakan dia”. Maka segala mereka itu pun masing-masing pulanglah.

Setelah hari malam maka nabi Allaha Zakaria pun mengambil air sembahyang lalu ia sembahyang dua rakaat salam. Setelah sudah ia meminta doa ke hadrat Allaha Taa’laya sudah sembahyangnya “Yaa Alahaya, ya tuhanku bahawa engkau juga mengetahui akan kehendak segala bani Israil itu. Hambamu pohonkan firmanmu pada siapa engkau titahkan memeliharakan Mariam ini”. Maka di dengar oleh segala mereka itu bunyi suara “Hai segala kamu kaum a’bid dan zaahada dan bani Israil hendaklah kamu pegang kalam besi itu maka engkau buangkan ke dalam air. Maka barangsiapa timbul kalam besi itu di atas air pada ialah memeliharakan Mariam”.

Apabila sianglah hari maka berhimpunlah mereka itu masing-masing seorang suatu kalam besi masing-masing membuangkan kalamnya ke dalam air dan Zakaria pun membuangkan kalam besi ke dalam air. Maka di titahkan Allaha Taa’laya malaikat menenggelamkan segala kalam yang lain, menimbulkan kalam Zakaria. Maka di lihat oleh segala orang yang banyak itu kalam Zakaria juga yang timbul kerana pada zaman itu kalam besi kesemuanya orang memakai dia. Setelah di lihat orang banyak itu kalam Zakaria juga yang timbul maka kata mereka itu sekelian “Demi Allaha tuhan alam yang di titahkan tuhan memeliharakan Mariam ini orang yang di kasihnya jua”.

Maka nabi Allaha Laqowalaha Taa’laya Wa Maa Kanata Ladaya Hama Aza Yalaqowana Aqolaama Hama Wa Maa Kanata Ladaya Hama Aza Yakhotashowana ertinya bahawa akan Zakaria ia memeliharakan Mariam itu di berinya pakaian dan pengasuh akan Mariam tiga empat orang perempuan yang sholeh. Maka apabila balighlah Mariam itu dua belas tahun umurnya maka ajar oleh Zakaria ilmu dan agama dan berbuat bakti kepada Allaha Taa’laya. Maka di perbuat Zakaria satu masjid akan Mariam duduklah di dalam masjid itu puasa ia pada siang hari dan berdiri sembahyang ia pada malam. Maka Zakaria pun memberi akan dia makanan pada sehari dua buah apam daripada jagung maka adalah sebuah apam akan buka puasanya dan sebuah lagi akan sedekahnya. Bahawa demikianlah halnya senantiasa berbuat bakti kepada Allaha Taa’laya.

Maka pada suatu malam lupalah Zakaria menghantarkan makanan Mariam maka berdatanglah sembah segala malaikat ke hadrat Allaha Taa’laya “Ya tuhanku, engkau jua yang mengetahui sembah sekelian alam tiada dapat berbunyi suatu pun kepadamu. Bahawa akan hambamu Mariam itu pada malam ini tiadalah ia makan masih ia puasa”. Maka firman Allaha Taa’laya “Diamlah kamu hai segala malaikatku. Segala yang sampai kepada Mariam itu semuanya dengan kudratku juga”. Maka di titahkan Allaha Taa’laya Mikail A’layaha Al Salama “Pergi engkau ke dalam syurga terpantas daripada sekejab mata.

Apabila sampai maka ambil olehmu suatu tabak dari dalam syurga berisi anggur dan kurma dan delima dan pisang harum dan berbagai-bagai buah-buahan”. Maka firman Allaha Taa’laya “Bawalah akan Mariam” maka oleh Mikail di berikannya akan di hantarkannya di hadapan Mariam. Katanya “Inilah anugerahkan Allaha Taa’laya akan dikau hai Mariam daripada pelbagai buah-buahan syurga”. Maka sujudlah Mariam mengucap syukur kepada Allaha Taa’laya.

Bermula Zakaria pun baharu ia ingat tiada di hantarkan makanan akan Mariam maka datanglah nabi Allaha Zakaria ke pintu masjid itu maka di tepuknya pintu masjid itu. Kata Mariam “Siapa di luar itu?” maka kata Zakaria “Akulah Zakaria, ya Mariam lupa aku menghantarkan makanan akan engkau”. Maka Zakaria pun masuklah ke dalam masjid dan Mikail pun naiklah ke langit. Maka Zakaria pun melihat pelbagai buah-buahan hadapan Mariam maka hairanlah Zakaria katanya “Indah-indah sekali pekerjaan ini. Hai kanak-kanak dari mana engkau beroleh buah-buahan ini?”. Maka sahut Mariam “Inilah anugerah tuhan alam Yarazaqo Mana Yashaa”.  Laqowalaha Taa’laya Ataya Laka Hazaa Qoalata Hawa Mana A’nada Allaha Ana Allaha Yarazaqo Mana Yashaa Ba Ghoyara Hasaaba ertinya maka tercenganglah nabi Zakaria melihat kemuliaan Mariam itu maka di ketahuinya Zakarialah bahawa budak ini akan menjadi besar martabatnya. Maka sangatlah sopan nabi Allaha Zakaria akan Mariam dan sangat di hormatinya.

Maka datanglah kepada dewasa Mariam pun haidh maka Mariam pun sangatlah hatinya masygul. Maka sembah Mariam “Yaa Alahaya, ya tuhanku, engkau juga yang mendatangkan kepada hambamu ini tiada sekali kesukaanku yang demikian”. Firman Allaha Taa’laya “Ya Mariam, itulah yang bernama haidh yang ku adatkan pada segala perempuan. Keluarlah engkau daripada Maharayama dan berhentilah engkau daripada sembahyang dan puasa tujuh hari. Maka apabila lepaslah tujuh hari maka firman Allaha Taa’laya “Mandilah engkau kepada Maharayama dan berbuat kebaktianlah engkau”. Maka pergilah Mariam mandi ke sungai maka di tanggalkannya kainnya maka di letakkannya pada tempat mandi supaya ia jangan lihat orang maka mandilah ia. Maka di titahkan Allaha Taa’laya Jibril dan Mikail pergi ke dalam syurga maka ambilnya suatu tirai. Maka turunlah keduanya dengan tujuh puluh ribu malaikat memandikan Mariam itu daripada tiada kelihatan manusia.

Setelah Mariam sudah mandi maka firman Allaha Taa’laya kepada Jibril “Turunlah engkau ke bumi, ambil olehmu tanah yang lebih daripada yang kujadikan Adam A’layaha Al Salama itu masukkanlah tanah itu kepada mulut Mariam supaya jadi hambaku A’yasaya dengan izinku. Bahawa aku amat kuasa atas semesta sekelian”. Maka turunlah Jibril ke bumi bahawa di kerjakannyalah seperti firman Allaha Taa’laya maka Jibril pun berdiri di jalan seperti seorang muda daripada kaum Bani Israil adalah nama orang itu Ataqoyaa. Maka apabila di lihat oleh Mariam laki-laki muda belia dari kanannya maka Mariam pun menyamping ke kiri. Maka di hadangnya dari kiri, di lihat Mariam rupanya seperti orang hendak berbuat khianat maka Mariam pun berdiam dirinya ke lambung kainnya duduklah ia.

Maka kata orang muda itu “Hai Mariam, aku tiada hendak berbuat khianat kepadamu” maka kata Mariam “Berlindung aku kepada Allaha Taa’laya. Bahawa engkau ini Ataqoyaa”. Maka oleh Jibril “Ya Mariam, bukan aku Ataqoyaa, aku ini pesuruh tuhan memberi engkau anak laki-laki yang amat suci lagi terbesar martabatnya daripada sekelian”. Maka kata Mariam “Dari mana akan aku beroleh anak kerana aku tiada di pegang oleh laki-laki dan tiada daku mengerjakan seperti yang di kerjakan perempuan yang banyak itu?” maka kata Jibril “Demikianlah firman tuhanmu akan engkau kerana sesungguhnya ia tuhan yang amat kuasa dan firmannya kami jadikan A’yasaya itu suatu tanda kami pada segala manusia dan rahmat kami. Adalah segala pekerjaan itu dengan kudrat Allaha Taa’laya jua”.

Maka di genggam Jibril tanah segenggam itu lalu di tiup oleh Jibril tanah itu masuk ke dalam perut Mariam. Adalah tanah itu lebih daripada menjadikan hidung Adam maka Jibril pun naiklah ke langit. Setelah sudah tanah ke dalam perut Mariam maka firman Allaha Taa’laya “Jadilah engkau A’yasaya ruhku”. Hataya berapa lamanya maka berdehem A’yasaya di dalam perut Mariam maka berseru-seru suara dari langit “Hai A’yasaya, siapa aku?” maka kata A’yasaya “Engkaulah tuhan yang tiada tuhan lain daripadamu. Bahawa engkau tuhan yang esa lagi amat kuasa”. Maka kembalilah Mariam ke masjid berbuat kebaktian senantiasa itu.

Maka datang seorang perempuan daripada kaum bani Israil namanya Rahamata. Maka Rahamata berkata “Mariam mengapa engkau ku lihat pipimu kedua jatuh dan perutmu telah besarlah” maka kata Mariam “Hai Rahamata, kau tutupilah atasku maka jangan engkau ceritakan bahawa Allaha Taa’laya mengatakan atas suatu Kana Faya Kawana bahawa aku bunting ini dengan kudrat Allaha tuhanku juga. Telah ku dengar suara dari langit mengatakan yang di dalam perut itu suatu orang nabi Allaha tiada berkesudahan hormatnya”. Maka kata Rahamata akan Mariam “Apa yang kau perbuat dan daripada apa yang engkau peroleh maka engkau kata di dalam perutmu itu nabi Allaha. Hai Mariam, kata olehmu kepadaku demi Allaha tiada aku kisahkan engkau pada segala bani Israil”.

Maka pada masa itu kaum bani Israil berhimpun pada suatu tempat. Kata Rahamata “Yang kamu kata yang amat pertapa amat berbuat kebaktian kepada Allaha Taa’laya sekarang ia telah buntinglah. Segeralah ia akan beranak nescaya kamu lihatlah”. Kemudian maka kata segala mereka itu “Rahamata tiada engkau takut akan tuhan yang maha tinggi dan tiadakah takut engkau seksa api neraka maka engkau tuduh orang yang benar dengan perbuatan yang keji itu”. Maka segala mereka itu pun hairanlah akan kata Rahamata menganiaya Mariam itu.

Maka datang pula pada mereka itu Iblis A’layaha Laa’nata Allaha merupakan dirinya seperti rupa orang tua pada kaum bani Israil. Maka kata Iblis “Hai segala kaum zaahada, jangan kamu menyalahkan Rahamata itu daripada yang ceritanya kepada kamu itu kerana Rahamata terlalu benar katanya. Bahawa aku melihat pada tiap-tiap hari seorang-orang muda masuk keluar ia dari dalam masjid Mariam itu. Bahawa yang di katanya itu Jibril A’layaha Al Salama itu”. Maka hairanlah segala mereka itu mendengar katanya demikian itu segala kata Rahamata adanyakah segala yang menambah itu tiada daripada bencinya dan adanyakah berdiri kayu itu tiada dengan akarnya. Maka kata segala kaum bani Israil “Siapa baik kita suruh bertanya Mariam itu?” maka sahut seorang namanya Yawasafa (Yusuf) kerana ia terlalu benar ialah di suruh mereka itu bertanya Mariam.

Setelah datanglah ia kepada Mariam katanya “Mariam, aku hendak bertanya kepadamu” akan sahut Mariam “Tanyalah aku apa kehendakmu dan jangan engkau tanya daripada soal berpanjangan itu”. Maka Yusuf bertanya “Hai Mariam, adakah di jadikan Allaha Taa’laya barang suatu tiada daripada benihnya” maka sahut Mariam “Siapatah yang menumbuh menjadikan benih itu ia jua amat kuasa pada barang yang di jadikannya tiada dengan benih itu”. Maka kata Yusuf “Ya Mariam, adakah Allaha Taa’laya menjadikan perempuan bunting tiada dengan bersuami” kata Mariam “Adapun tanyamu itu adalah olehnya hendak menanyai akan budak di dalam perutku ini tiada dengan laki-laki seperti Adam di jadikan Allaha Taa’laya tiada beribu bapa jadi ia daripada tanah. Maka firman tuhan baginya Kana Faya Kawana”.

Maka kata Yusuf “Hendaklah kau tunjukkan kenyataan kepada aku supaya aku percaya akan katamu” maka kata Mariam “Apa kehendakmu”. Maka kata Yusuf “Kehendakku hendak kenyataan budak di dalam perutmu itu jika di sahutnya tanyamu itu nyatalah kebesaranmu dan jika tiada ia sahut tiadalah aku percaya akan barang katamu itu”. Maka Mariam pun berseru-seru pada lambungnya katanya “Ya anakku, siapa engkau ini dan siapa bapamu dan daripada apa engkau di jadikan Allaha Taa’laya”. Maka A’yasaya pun mengeluarkan kepalanya sehingga lehernya daripada lambung Mariam yang kanan maka berseru-seru “Hai ibuku, bahawa aku tiada bapa bahawa aku ini ruh Allaha. Namaku A’yasaya anak Mariam. Bahawa kejadianku ini tanah yang lebih dari di jadikan Adam A’layaha Al Salama. Bahawa aku jadi ini tuhan segala alam menjadikan aku dengan kudratnya”.

Apabila di lihat Yusuf ehwal budak keluar daripada lambung Mariam sehingga lehernya itu maka berkata-kata dengan fasih lidahnya itu maka Yusuf pun gementarlah segala sendinya maka keluarlah ia daripada masjid Mariam. Maka ia berkata “Sabawaha Qodawasa Rabanaa Wa Raba Al Malaakata Wa Al Rawaha Yaa Alahaya ini sedikit jua daripada Mariam engkau tanyakan”. Maka Yusuf pun berjalanlah kembali kepada kaumnya zaahada yang menyuruhkan dia itu bahawa Zakaria pun ada duduk bersama-sama orang yang banyak itu. Maka kata Yusuf “Bahawa Mariam itu sungguhnya ia bunting tetapi tiada seperti perempuan yang banyak itu. Bahawa akan budak di dalam perutnya berkata-kata dengan hamba dengar maka di keluarkannya kepalanya sehingga lehernya daripada lambung Mariam yang kanan. Maka katanya akulah ruh Allaha anak Mariam dan tiada berbapa bahawa aku jadi ini dengan kudrat tuhanku yang maha tinggi pada melakukan kehendaknya dan aku kalimat Allaha”.

Maka kata Zakaria “Sebenarnya kuasa tuhan yang maha tinggi pada melakukan kehendaknya atas segala hambanya itu. Sesungguhnya tiada siapa yang lain dapat berbuat sekehendaknya melainkan dengan hukum kudratnya juga”. Maka amat ajaib segala kaum bani Israil mendengar cerita Yusuf itu maka kata mereka itu “Adalah anak Mariam yang di jadikan Allaha Taa’laya itu pekerjaan yang amat besar adanya”. Maka Rahamata pun menyesallah daripada mengata Mariam itu maka masing-masing berdiamlah mereka itu.

Sebermula hingga sampailah bunting Mariam itu sembilan bulan dan sembilan hari dan sembilan ketika maka pada ketika itu amat kelam gelita dan dingin. Maka Jibril pun datanglah maka kata Jibril “Ya Mariam, dirilah engkau mari berjalan pada tempat beranak itu”. Maka kata Mariam “Ya Jibril, pada malam ini aku terlalu amat sakit perutku ini tiada akan dapat aku berjalan”. Maka kata Jibril “”Bahawa akan aku berkata ini dengan titah tuhan menyuruhkan dikau berjalan” maka kata Mariam “Sabarlah aku pada hukum Allaha dan redhalah aku daripada barang qodhanya dan kuserahkan diriku ke hadratnya”.

Maka berdirilah Mariam berjalan bangat-bangat sampailah ia pada suatu tempat Mahaatho namanya dan hingga sampai pada tempat Qodhoya namanya, ada sepohon kurma dan di bawah kurma itulah ia duduk maka di serahkannyalah dirinya kepada Allaha Taa’laya.  Laqowalaha Taa’laya Qoalata Yaa Layatanaya Mata Qobala Hazaa Wa Kanata Nasayaa Manasayaa maka di ceritakan oleh ahli al tafsir adalah pohon kurma itu akan tetaplah rupanya dari selamanya pun tiada berubah barang sekalipun dan sekira-kira enam ratus tahun lamanya umurnya kurma itu dan kata setengah sudah matilah kurma itu. Setelah datang Mariam ke bawah pohon kurma maka kurma itupun penuhlah pelepahnya dan berdaunlah maka apabila terbitlah A’yasaya daripada perut Mariam maka kurma itupun berbuahlah terlalu lebat buahnya.

Bermula di ceritakan akan ahli al tafsir tempat itupun tanahnya kering dengan tingginya tiada berair akan tempat itupun sekira-kira seribu tahun lamanya yang tiada berair. Maka tatkala A’yasaya jadi itu maka mata air pun terbit mengalir berpancuran mengalir dari dalam bumi hampir Mariam itu daripada berkat nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama. Maka tatkala Mariam mengata Mata Qobala Hazaa ertinya matikan aku dahulu daripada ini menyahut nabi Allaha A’yasaya “Ya ibuku, jangan engkau bercinta bahawa sesungguhnya di jadikan tuhan aku suatu kelakuan yang amat banyak dan olehmu ya ibuku kurma ini buahnya masak dan mengkal itu makanlah olehmu buah kurma ini dan minumlah air yang hening itu”.

Dan di ceritakan oleh orang yang empunya cerita ini apabila di dengar oleh Mariam kata anaknya demikian itu maka di bangkitkannya kepalanya lalu ia berdiri. Maka di lihatnya kurma itu ada daunnya terlalu hijau dan buahnya terlalu lebat maka terlalu sukacitalah Mariam melihat demikian itu maka di mamahnya buah kurma itu. Maka kata A’yasaya “Ya tuhanku, ya ibuku, jangan engkau bercinta bahawa aku ini ruh tuhan segala alam dan kelemahan di atas bumi. Bermula ya ibuku, barangsiapa ada Allaha Taa’laya sertanya tiadalah dapat di pengapa oleh segala makhluk”.

Maka apabila di lihat oleh Iblis akan A’yasaya itu luluh lentalah hatinya tiada berdaya sebab tiada hasil fitnahnya. Maka Iblis A’layaha Laa’nata Allaha pun serupakan dirinya seperti kaum bani Israil ber hatho maka di kelilingnya suatu bakul dan pada dahinya sehelai daun kiambang. Maka ia berkata “Hai segala kaum bani Israil, kamu tinggalkanlah Mariam itu sekarang ini telah ia beranak rupanya seperti bulan purnama. Bukankah ia bersumpah mengatakan dirinya tiada bunting akan sekarang setelah jadi anaknya itu maka dari mana akan dia beroleh anak itu melainkan dengan azan ia berbuat zina juga”.                     

Maka apabila di dengar oleh segala kaum bani Israil cerita Iblis itu demikian berhimpunlah segala tua-tua mereka itu datang kepada nabi Allaha Zakaria. Maka kata mereka itu “Ya nabi Allaha, bahawa akan Mariam telah beranaklah ia pada suatu tempat akan sekarang ini cerita khotho anaknya itu hendak di bunuhnya oleh Mariam itu bahawa kerana ia telah bersumpah mengatakan dirinya tiada bunting. Malulah ia akan dirinya marilah kita sekelian pergi kita rebut anaknya itu daripadanya”. Maka kata Zakaria “Pergilah kamu sekelian, aku pun pergi” maka berjalan Zakaria serta mereka itu dua belas ribu laki-laki yang zaahada hingga berhampirlah mereka itu kepada Mariam. Maka di dengar Mariamlah suara orang yang banyak itu maka Mariam pun takut.

Maka kata A’yasaya A’layaha Al Salama “Ya ibuku, jangan engkau takut bahawa dengan tolong tuhan juga yang di harap hambanya yang sebenarnya. Jikalau berhimpun segala mereka itu seperti bilang hujan yang titik dari langit sekalipun tiada akan kuasa mereka itu berbuat kejahatan kepada kita. Hai ibuku, ribalah aku olehmu apabila engkau di tanya orang maka isyaratkan dengan tangan kananmu kepada aku. Bahawa jangan sekali engkau berkata barang suatu huruf jua pun. Bahawa akulah menjawab kata mereka itu yang seperti di ajarkan tuhanku tatkala di dalam perut ibuku”.

Apabila hampirlah segala mereka itu maka akan kata mereka itu Ya Mariam Laqowalaha Taa’laya Laqoda Hasata Shayaa Farayaa. Yaa Akhota Harawana Maa Kaana Abawaka Amaraa Sawaa Wa Maa Kaanata Amaka Baa’yaa. Faashaarata Alayaha Qoalawaa Kayafa Nakalama Mana Kaana Faya Al Mahada Shobayaa ertinya maka kata segala mereka itu “Hai Mariam, sungguhnya engkau perbuat kerja kesumat. Hai saudara Harun, tiada ada bapamu daripada orang jahat dan tiada ibumu daripada orang persenda”. Maka diisyaratkan Mariam dengan tangannya kanan kepada anaknya maka kata mereka itu. Maka kata mereka itu “Betapa kami berkata dengan budak baharu jadi daripada ribaanmu itu. adakah budak baharu jadi tahu berkata” tetapi A’yasaya berdiam dirinya juga.

Bermula di ceritakan ahli al tafsir maka di suruh oleh mereka itu dua orang daripada orang tua-tua yang amat benar dan betul keduanya pergi kepada Mariam menanyai akan dia jikalau benar ia beranak dengan kudrat tuhan alam. Benarkanlah ia jikalau di peroleh kenyataannya daripadanya bunuhlah Mariam itu maka kita ambil anaknya juga kerana ia di jadikan tuhan yang maha besar dan yang amat kuasa dan yang amat mulia. Maka kata orang tua dua orang itu “Hai kanak-kanak telah kau jadikan fitnahlah segala hamba Allaha dan kau bermasygullah mati segala manusia dan jadi batallah kebaktian mereka itu dan jadi sia-sialah hidup mereka itu. Hai budak, kata olehmu siapa engkau dan siapa bapamu dan daripada apa engkau di jadikan Allaha Taa’laya” maka tiada di sahutnya A’yasaya kerana ia lagi menyusu kepada ibunya. Maka orang tuha dua orang itu “Di manakan sangka budak ini berkata-kata, sahlah Mariam ini berbuat zina. Bunuhlah oleh kamu Mariam ini maka ambillah anaknya ini daripadanya”.

Maka oleh nabi Allaha Zakaria di suruhnya seorang orang tua yang lain pula yang terlalu shidiq di suruhnya bertanya anaknya Mariam itu mudah-mudahan Allaha Sabahanaha Wa Taa’laya ia berkata-kata itu dengan kurnia Allaha akan dia dan kita akan abawanya. Maka di tanyalah orang tua itu “Hai anakku, siapa engkau dan siapa bapamu dan daripada apa engkau di jadikan Allaha Taa’laya. Bahawasanya jadi fitnahlah engkau pada hati segala hamba Allaha dan memberi masygullah engkau pada hati segala manusia”. Maka apabila di dengar oleh A’yasaya kata orang tuha itu maka di dalam hati A’yasaya tiada dapat tiada aku jawablah kata orang tua ini. Maka tanggalkannya susu ibunya daripada mulutnya maka ia menyulur lalu ke tanah seperti laki-laki yang pantas rupanya maka di angkatkannya kepalanya seraya berdehem-dehem. Maka kedengaranlah dehemnya itu kepada orang tua, dua belas ribu yang jauh itupun mendengar dia seperti hampir juga pendengarannya.

Maka kata A’yasaya Laqowalaha Taa’laya Qoala Anaya A’bada Allaha Ataanaya Al Kataaba Wa Jaa’lanaya Nabayaa. Wa Jaa’lanaya Mabaarakaa Ayana Maa Kanata Wa Awashoanaya Ba Al Sholaata Wa Al Zakaata Maadamata Hayaa. Wa Bara Abawaa Ladataya Wa Lama Yajaa’lanaya Jabaaraa Shaqoyaa. Wa Al Salaama A’laya Yawama Waladata Wa Yawama Amawata Wa Yawama Abaa’tsa Hayaa ertinya kata A’yasaya bahawa hamba ini Allaha turunkan tuhanku suruhnya dan di jadikannya akan nabi Allaha dan di jadikan pilihan barang di mana aku. Di pesaninya aku mendirikan sembahyang dan memberi zakat selama-lama aku hidup, berbuat bakti aku kepadanya dan tiada aku di jadikannya Allaha Taa’laya orang besar yang kasih akan dunia itu dan sejahtera atasku pada hari di jadikannya aku datang kepada hari matiku dan lagi kepada hariku hidupkan tuhan alam daripada dalam kuburku.     

Bahawa kata nabi Allaha A’yasaya itu sekarang orang yang dua belas ribu itu semuanya mendengar dia yang jauh dan yang hampir itupun sama pendengarannya mendengar suara nabi Allaha A’yasaya itu. Maka segala kaum itupun semuanya mengucap tasbih dan taqdis akan tuhan alam maka kata mereka itu sekelian Sabahaana Al Qoadara A’laya Maayashaa ertinya maha suci tuhan tuhan yang amat kuasa pada barang yang di kehendakinya. Maka di tanyai mereka itu pula “Hai kanak-kanak jikalau engkau pesuruh tuhan adakah pesuruh tuhan kemudian daripadamu ini yang terlebih besar daripadamu ini”.

Kata A’yasaya Laqowalaha Taa’laya Wa Aza Qoala A’yasaya Abana Marayama Yaa Banaya Asaraa Yala Anaya Rasawala Allaha Alaya Kama Mashodaqoaa Lamaa Bayana Yadaya Mana Al Tawaraata Wa Mabasharaa Ba Rasawala Yaataya Mana Baa’daya Asamaha Ahamada dan kata A’yasaya anak Mariam “Hai segala kaum bani Israil, bahawasanya aku pesuruh Allaha kepadamu bagi barangsiapa antara kamu. Bahawa telah terbitlah di dalam taurat mencerita akan aku pesuruh dan lagi akan datang kemudian daripada aku ini pesuruh seorang namanya Mahamada. Ialah terlebih besar daripada sekelian alam dan terlebih daripada sekelian makhluk”.

Maka hairanlah dan tercenganglah sekelian mereka itu dan amat ajaib melihat kanak-kanak baharu jadi tahu berkata-kata dengan fasih lidahnya dan amat nyaring suaranya. Maka sekelian mereka itu memuji Allaha Taa’laya dengan tangisnya maka sekelian mereka itupun kembalilah maka tinggallah A’yasaya pun besarlah.
Sumber : Kitab Qoshosho Al Anabayaa