Basama Allaha Al Rahamana Al Rahayama
Maka tersebutlah nabi Zakaria datang
sembah ke hadrat Allaha Taa’laya sembahnya “Ya tuhanku, anugerahi hambamu anak
yang baik perangai akan ganti mendiami tempatku berbuat ibadat ke hadrat
Allaha”. Maka Zakaria pun duduk di mihrab dengan merendahkan dirinya memohonkan
anugerah itu dan munajat. Zakaria berseru-seru Laqowalaha Taa’laya Qoala Raba
Anaya Wahana Al A’zhoma Manaya Wa Ashataa’la Al Raasa Shayabaa Wa Lama Akana
Badaa’aka Raba Shaqoyaa. Wa Anaya Khofata Al Mawaalaya Mana Waraatsaya Wa
Kaanata Amara Ataya A’aqoraa Fahaba Laya Mana Ladanaka Walayaa. Yaratsanaya
Wayaratsa Mana Ala Yaa’qowaba Wa Ajaa’laha Raba Radhoyaa ertinya maka
kata Zakaria ya tuhanku lemahlah tulang hambamu, pohonkan anugerah daripada
tuhan hambamu anak dan supaya namaku hidup, kabulkan kemudian daripada matiku
dan kau tunaikan doa hambamu yang dhoif ini. Maka berseru-seru pula ia kepada
tuhannya yang maha tinggi demikian katanya ya tuhanku perkenankan apalah pinta
hambamu. Maka Allaha Sabahanaha Wa Taa’laya menyampaikan kehendaknya itu maka
di anugerahkan Allaha Taa’laya akan dia seorang anak laki-laki.
Adapun ketahui olehmu tatkala nabi
Allaha Zakaria A’layaha Al Salama minta doa itu maka Jibril pun datang membawa
firman nasihat. Laqowalaha Taa’laya Yaa Zakarayaa Anaa Nabasharaka Ba Gholaama
Asamaha Yahayaya Lama Najaa’la Laha Mana Qobala Samayaa ertinya firman
tuhan hai Zakaria bahawa ceritai engkau beroleh seorang anak laki-laki namanya
Yahaya dahulu daripada itu seorang pun tiada bernama Yahaya. Bermula Allaha
Taa’laya menamai dia dengan tiga namanya. Laqowalaha
Taa’laya Wa Sayadaa Wa Hashowaraa Wa
Nabayaa Mana Al Shoalahayana ertinya
maka berkata Zakaria, Ya Jibril apakala tuhanku menganugerahkan anak akan anak
itu kepadaku, apa juga tandanya.
Maka kata Jibril akan tandanya itu
bahawa tiga hari tiga malam itu jangan tuan hamba berkata-kata dengan orang
melainkan menyebut nama Allaha jua. Demikianlah firman tuhan kepada tuan hamba
kerjakanlah oleh tuan hamba Laqowalaha
Taa’laya Qoala Raba Ajaa’la Laya Ayata
Qoala Ayataka Alaa Takalama Al Naasa Tsalaatsata Ayaama Alaa Ramazaa Wa Azakara
Rabaka Katsayaraa Wa Sabaha Ba Al A’shaya Wa Al Abakaara ertinya maka isterinya nabi Allaha
Zakaria pun hamillah apabila genaplah sembilan bulan dan sembilan hari dan
sembilan ketika maka Yahaya pun jadilah.
Hataya datanglah pada tiga tahun umur
Yahaya siang menangis juga kerjanya tiada sekali sukacita pada bermain-main.
Duduklah ia pada suatu penjuru rumah maka berseru-seru ia menangis maka ibunya
pun bertanya Yahaya katanya “Hai anakku, mengapa maka engkau menangis juga
kerjamu maka tiada mau bermain-main”. Maka kata Yahaya “Ya ibuku, bahawa
tuhanku yang maha tinggi menjadikan aku tiada di suruhnya bermain-main dan
bersuka-suka”. Maka pada sehari sembah Zakaria “Ya tuhanku, bahawa kupohonkan
kepadamu anak akan kehendakku daripada sukacita akan hambamu. Tuhanku daripada
sehari kepada sehari makin bertambah dukacitaku daripadanya melihat kelakuannya
dan suatu pun tiada sukanya melainkan sehari-hari juga menangis berseru-seru
juga kerjanya”. Maka datang firman “Hai Zakaria, telah engkau pinta anak yang
baik perangainya kepada aku akan sekarang yang baik perangai itu segala hambaku
yang berahi akan daku dan menangis ia takut akan seksaku tiada lain di hadapnya
melainkan aku”.
Maka sehari Zakaria keluar daripada
tempatnya maka di lihatnya segala kaum bani Israil banyak berbuat fasad tiada
mau mengerjakan pekerjaan Amara Ba Al
Maa’rawafa. Maka oleh Zakaria di tegahkannya mereka itu daripada berbuat
fasad maka berserulah orang itu dengan Zakaria maka kata orang itu “Bahawa
engkau menyuruhkan kami Amara Bal Al
Maa’rawafa itu kami kerjakanlah tetapi jangan engkau tegahkan barang yang
lain kami kerjakan”. Maka berapa pun di tegahkan Zakaria tiadalah di turutnya
maka hendak di binasakan orang itu Zakaria. Maka nabi Allaha Zakaria pun keluar
dari Bayata Al Maqodasa maka oleh segala bani Israil di ikutnya nabi Allaha
Zakaria hendak di bunuhnya. Maka kata sepohon kayu kepada nabi Allaha “Marilah
tuan hamba masuk ke dalamku” maka kayu itupun membelah dirinya. Maka nabi
Allaha Zakaria pun masuklah ke dalam kayu itu maka dengan kudrat Allaha Taa’laya
maka kayu itupun merapatkan dirinya.
Maka segala yahudi itupun datanglah
kepada pohon kayu itu maka di carinya Zakaria tiadalah kelihatan. Maka ia
berkata sama sendirinya “Kemana perginya Zakaria itu maka lenyaplah ia daripada
kita” maka hukum Allaha pun berlaku atas hambanya. Maka Iblis A’layaha Laa’nata
Allaha pun berkata “Hai kaum, siapa kamu cari ini” maka sahut mereka itu
“Bahawa kami cari Zakaria”. Maka kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Zakaria
sudah masuk ke dalam pohon kayu ini” maka kata mereka itu “Apa tandanya”. Maka
kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Itu rambu serbannya tinggal di luar”. Maka
kata orang itu “Apa daya kita mengeluarkan dirinya” maka kata ujar Iblis
A’layaha Laa’nata Allaha “Bawalah gergaji di gergajikan dari atas pohon kayu
ini lalu ke bawah kita belah dua”. Maka kata orang yang banyak itu “Kami tiada
bergergaji” maka kata Iblis A’layaha Laa’nata Allaha “Akulah berbuat akan kamu
gergaji itu” maka oleh si malaun itu di perbuatnyalah gergaji itu kepada ubun
Zakaria.
Maka nabi Zakaria pun mengatakan “Aha Jabaraa Yala” maka Jibril pun datang
berkata “Hai Zakaria, jikalau sekali lagi tuan hamba mengatakan Aha itu maka firman Allaha Taa’laya di
hapuskanlah surat nubuat tuan hamba”. Apabila nabi Allaha Zakaria mendengar
kata Jibril demikian itu maka di tahaninyalah sakitnya itu tiada lagi ia
mengadah ke langit maka badannya yang suci itu jadi dua bahagi. Maka nabi
Allaha Zakaria A’layaha Al Salama pun pindahlah daripada negeri fana ke negeri
baqo. Maka di katakan orang kepada nabi Yahaya bahawa ayahanda telah di bunuh
oleh yahudi maka Yahaya pun berseru-seru di dalam mihrabnya tiada ia keluar
pada malam dan siang ia masygul dengan ibadatnya jua.
Maka pada sehari seorang laki-laki dan
seorang perempuan datang kepada nabi Yahaya maka ia berkata “Ya nabi Allaha,
jadikan laki-laki ini akan suamiku” maka kata Yahaya “Apa laki-laki ini
padamu”. Maka sahut perempuan itu “Ini saudara suami hamba yang mati itu” maka
kata Yahaya “Bahawa di dalam taurat tiada harus kerana hukum Allaha Taa’laya
pada zaman itu tiada harus saudara mengambil bekas saudara yang mati atau
hayat”. Maka kata Yahaya “Hai perempuan tiada aku mau mengahwinkan engkau
dengan iparmu ini kerana di dalam hukum demikian tiada harus”.
Maka perempuan itupun kembali ke
rumahnya di panggil orang banyak di perjamunya minum tuak. Setelah mabuk oleh
orang itu kata perempuan “Pergilah tuan-tuan sekelian bunuhkan hamba Yahaya
itu”. Maka kata orang banyak itu “Baiklah, kamilah membunuh dia” maka datanglah
orang banyak kepada nabi Allaha Yahaya. Tatkala itu nabi Allaha Yahaya di dalam
mihrabnya membaca taurat maka oleh orang itu di sembelihnya Yahaya seperti
menyembelih kambing. Setelah nabi Allaha Yahaya A’layaha Al Salama bercerai
daripada badan kepalanya maka berkata kepalanya itu “Tiada harus dan tiada
baginya”. Segala keluarga nabi Allaha Yahaya pun datang menanamkan mayat nabi
Allaha Yahaya maka darah nabi Allaha yang mengalir itupun berkata-kata “Tiada
harus dan tiada baginya”.
Perempuan itupun menghimpunkan orang
banyak minta pertemukan dengan iparnya itu dengan hukum yang batal. Maka akan
perempuan dan iparnya itupun memakailah dan tatkala sanding, Allaha Taa’laya
menitahkan dengan datang meliput perempuan itu di buangkannya ke tengah padang.
Maka datang harimau dua ekor menangkap perempuan itu yang bedebah, di belahnya
di makannya.
Maka tersebutlah nabi Allaha A’yasaya
A’layaha Al Salama apabila besarlah maka Mariam pun ingin akan anaknya tahu
menyurat. Pada suatu hari di lihatnya oleh Mariam budak-budak terlalu banyak
belajar seorang mualim dan berlajar menyurat. Maka kembali daripada tempat itu
Mariam berkata “Hai anakku, hendakku serahkan mengaji kepada mualim itu supaya
engkau di ajarnya mengaji dan berbuat bakti kepada Allaha Taa’laya”. Maka kata
A’yasaya “Mana kehendak ibuku itu redhalah hamba” tetapi akan A’yasaya tiada ia
berkehendak kepada berlajar melainkan ia melihat tamasya jua dan hendak melihat
orang belajar jauhnya dan hendak melihat kudrat Allaha Taa’laya dan hendak
menunjukkan mukjizatnya juga.
Maka pergilah Mariam membawa A’yasaya
kepada mualim ia orang banyak itu maka di serahkannyalah kepada mualim itu.
maka kata Mariam “Ya mualim, ajarlah olehmu anakku ini barang yang tahumu yang
di anugerahkan Allaha Taa’laya akan anakku itu”. maka kata mualim “Hai Mariam,
anakmu ini lagi kecil belum lagi ketikanya berlajar mengaji tetapi biarlah ia
duduk di sini. Aku ajar segala sedikit maka di tinggalkan Mariamlah anaknya
kepada mualim itu.
Maka pada suatu hari kata mualim itu
kepada A’yasaya “Hai budak, mari engkau aku hendak berkata dengan dikau maka
datanglah A’yasaya itu duduk di hadapan mualim itu. Maka kata mualim itu “Hai
budak yang bercahaya muka, kata olehmu Basama
Allaha Al Rahamana Al Rahayama”. Maka kata A’yasaya “Telah aku katalah akan
dia Basama Allaha Al Rahaman Al Rahayama”
dengan lidah yang fasih dan dengan yakin yang sah. Maka kata mualim “Hai
A’yasaya, kata olehmu abjad” maka kata A’yasaya “Tafsir abjad ini apa?”. Maka
mualim pun tertawa mendengar kata A’yasaya itu ajaib ia maka “Kata olehmu Hawaza” maka kata A’yasaya “Ya Alahaya Nabaya, apa tafsir Hawaza itu?”.
Maka kata mualim “Hai budak, Allaha
Taa’laya memadakan kamu sertamu kebajikan” maka kata mualim “Hai A’yasaya, kata
olehmu Hathoya” maka kata A’yasaya
“Apa tafsir Hathoya” maka kata mualim
“Telah hairanlah aku belum pernah aku melihat seorang juapun seperti budak
kecil ink terlalu cerdik ia berkata-kata”. Maka kata mualim “Kata olehmu Kalamana” maka kata A’yasaya “Apa tafsir
Kalamana itu” hingga datang kepada kesudahan abjad pun demikian jua kata
A’yasaya maka adalah mualim itupun terlalu ghozan maka di ambilnya tongkat maka
di palunya A’yasaya.
Maka A’yasaya pun tertawa maka kata
A’yasaya “Hai mualim, kembali engkau kepada sempurna akal dan kira-kira tafsir
dan ahli al hikmat. Jangan engkau segera pada memukul aku, engkau menyesal pada
kemudiannya. Bahawa Allaha Taa’laya tuhan segala alam amat hakim tiada segera
pada memukul hambanya yang berbuat a’si kepadanya”. Maka mualim itupun sabarlah
daripada ghozannya dan marahnya itu maka kata mualim “Hai budak, segala yang
kau kata ini kata yang manafaatkah. Adakah engkau tahu akan tafsir abjad itu?” maka
kata A’yasaya “Bahkan tahu aku akan tafsirnya itu”.
Kata mualim itu “Berapa puluh tahun
aku mengajar kaum bani Israil itu tiada aku tahu akan tafsir abjad itu” maka
kata A’yasaya “Hai mualim, bahawa aku di ajarkan tuhanku ilmu tatkala di dalam
perut ibuku dan di keluarkannya aku dengan cahaya ilmuku ke dalam dunia ini
serta hikmat dan sempurna akal dan sempurna faham dan kuceritakan segala
manusia dengan berbagai-bagai ilmu kurnia tuhan akan daku”.
Maka kata mualim “Berbahagialah perut
yang mengandung engkau dan susu yang menyusui engkau. Ajarlah olehmu aku
seperti yang di ajarkan tuhan engkau itu” maka kata A’yasaya “Jikalau demikian
turunlah engkau dari atas kerusi itu maka aku maakan erti Dal u mengajarkan
engkau tafsir abjad itu”. Maka turunlah mualim itu duduk di bawah maka nabi
Allaha A’yasaya duduk di atas kerusi mualim itu maka di pegangnya kayu pemalu
itu. maka segala budak-budak yang banyak mengaji pada mualim itupun hairan
tercengang-cenganglah memandang nabi Allaha A’yasaya.
Maka kata A’yasaya “Hai mualim akan
tafsir abjad itu ertinya Alif Laa Alaha
Alaa Hawa dan akan ertinya Ba itu Bahaa
Allaha, akan erti Jim itu Jamala
Allaha, akan erti Dal itu Allaha
Daama (Daim) jua. Adapun Hawaza itu erti Ha itu Haawayata Asama Al Naara dan erti Wau itu Wayala Ahala Al Naara , akan erti Zai itu Zaqowama, adapun akan erti Hathoya
itu bahawa Allaha A’za Wa Jala menghapuskan dari atas segala lubang minta
ampun”. Maka segala tafsir abjad itu semuanya habis di tafsirkan A’yasaya maka
ajaiblah segala yang memandang dia itu akan A’yasaya. Maka Mariam datanglah
mengunjung anaknya maka kata Mariam ‘Hai mualim, adakah sudah engkau ajarkan
sesuatu ilmu akan anakku itu” maka jawab mualim “Jangankan aku mengajarkan dia,
ia pula mengajarkan hamba dan memberi aku hairan dan di ajarnya aku daripada
yang tiada aku ketahui”. Maka oleh Mariam di bawanya anaknya kembali.
Berapa lamanya maka kata Mariam “Hai
anakku, aku hendak menyuruhkan engkau berlajar mencelup kain kepada penghulu
benara kain itu. Maka kata A’yasaya “Hai ibuku, barang kehendakmu itu aku lalu
ia”. Maka oleh Mariam di bawanyalah A’yasaya kepada penghulu benara itu maka
kata Mariam “Ya penghulu, ajar apalah anakku ini barang yang ada pengetahuanmu
itu”. Maka kata penghulu benara itu “Baiklah, taruhlah olehmu ia di sini. Aku
pun terlalu gemar memandang anakmu ini”. Maka kata di benar oleh Mariam di
tinggalkanlah anaknya itu maka Mariam pun kembalilah ke rumahnya.
Antara berapa lamanya A’yasaya itu di
rumah benara kain itu maka kain putih pun terlalu banyak dan segala warna pun
banyak hadir. Maka penghulu benara pun kembali ke rumahnya maka oleh A’yasaya
di ambilnya segala kain itu maka di masukkannya kepada warna yang hitam. Hataya
maka penghulu benara itupun datanglah dari rumahnya maka di lihatnya segala
kain itu habis hitam di masukkan oleh A’yasaya dalam pasu nila. Setelah di
lihatnya hal demikian maka benara itupun berteriak menangis
mengguling-gulingkan dirinya dan menampar-nampar kepalanya dan merabit-rabit
janggutnya dan menghempas-hempaskan dirinya.
Maka apabila di lihat orang hal benara
itu maka berhimpunlah segala orang banyak maka kata orang yang banyak itu “Hai
benara, mengapa berteriak ini”. maka kata benara itu “Telah teraniayalah aku
sekali ini oleh budak ini. bahawa lihatlah oleh kamu sekelian kain ini habis di
celupnya dengan hitam binasalah segala kain orang ini. Apa lagi aku bayar akan
dia kerana aku ini kesusahan”. Maka A’yasaya pun berdiam dirinya tiada di
jawabnya kata orang banyak ini maka pada ketika itu Mariam pun datang. Maka
kata Mariam “Apa mulanya maka anakku engkau kelilingkan ini berhimpun” maka
kata segala mereka itu “Hai hamba Allaha, lihatlah perbuatan anakmu ini. ia
menganiayai benara ini setelah habislah kain orang di masukkannya ke dalam pasu
nila”.
Maka kata Mariam “Hai anakku, mengapa
engkau binasakan harta orang banyak ini” maka sahut A’yasaya “Ya ibuku, bahawa
aku dapat membaiki kain orang itu. Bahawa aku hendak menunjukkan kudrat tuhan
alam pada segala kafir ini”. maka kata A’yasaya “Hai benara, janganlah rosak
hati. Bahawa aku mengembalikan barang warna kerana yang kukehendaki itu dengan
kudrat Allaha Taa’laya jikalau mau berjanji masuk agama Asalama”. Maka sahut
benara dan segala orang yang hadir itu “Jika sungguh seperti katamu itu maulah
kami masuk agama Asalama dan percayalah kami akan Allaha Taa’laya”. Maka kata
A’yasaya kepada benara itu “Hai benara, berseru-serulah engkau segala orang
yang empunya kain itu berhimpun barang bagai warna yang di kehendakinya aku
keluarkan daripada warna hitam inilah” maka kata orang banyak itu “Hai benara,
turutlah seperti kata kanak-kanak itu kerana tuhan amat besar kuasa dan
mendengar dan melihat”. Maka berse-serulah benara yahudi ith maka semuanya
orang yang empunya kain itu datang berhimpun kepada benara itu.
Maka nabi Allaha A’yasaya pun
berdirilah hamper pasu nila itu seraya katanya “Kata olehmu apa-apa warna kain
kamu kehendak itu” maka masing-masing ia mengatakan warna yang di kehendaki itu.
Kata seorang “Kami kehendaki warna merah” kata seorang “Kami kehendaki warna
putih” dan kata seorang “Kami kehendaki warna kuning” dan kata seorang “Kami
kehendaki warna hijau” dan masing-masing kehendaknya itu di katakannya kepada
A’yasaya. Maka oleh A’yasaya di ambilnya kain di dalam pasu nila itu putih maka
jadilah putih kain itu. Jika di kehendak orang itu merah maka di helanya
jadilah merah terlebih baik pula celupannya daripada orang isi negeri itu
dengan warnanya maka di ambil orang itu tangan nabi Allaha A’yasaya di ciumnya.
Maka kata seorang lagi “Inilah kain hamba” maka kata A’yasaya warna apa engkau
kehendak” maka kata orang itu “Hamba kehendak warna emas yang sudah tersepuh”
maka di ambilnya kainnya itu lalu di ciumnya kaki tangan A’yasaya lalu masuk
agama Asalama. Maka datang pula seorang laki-laki katanya “Hamba hendakkan kain
hamba ini warna pelangi terbaik daripada sekelian” maka di ambil orang itu
kainnya itu maka itupun masuk agama Asalama.
Maka datang pula seorang lagi
hendakkan kainnya warna kesumba dengan andas emas dan perak maka oleh A’yasaya
di helanya kain orang itu jadilah seperti yang di kehendakinya itu juga tiada
bersalahan lagi maka di ambilnya oleh yang empunya kain itu maka iapun masuk
agama Asalama. Maka segala empunya kain itupun kembalilah masing-masing membawa
kainnya kembali dengan kesukaannya oleh sampai seperti maksudnya. Maka segala
upah kain itupun di suruh nabi Allaha A’yasaya berikan benara itu maka penghulu
benara itupun banyaklah ia beroleh upah daripada berkat mukjizat nabi Allaha
itu maka penghulu itupun masuk agama Asalama dengan sukacitanya.
Maka datang pula perempuan tua
daripada yahudi maka ia berkata “Aku hendakkan warna kain aku ini hijau” maka
di hela oleh A’yasaya kainnya warna hijau. Maka kata perempuan tua itu “Tiada
aku mahukan hijau, aku hendakkan warna merah kainku ini” maka oleh nabi Allaha
A’yasaya di celupkan pula kain itu pada pasu nila itu maka di hela A’yasaya
jadi warna merah. Maka ujar perempuan itu “Tiada aku mahukan merah aku
hendakkan warna putih” maka oleh nabi Allaha A’yasaya di celupkannya kain itu
pada pasu nila itu maka di tarikkannya kain itu menjadi warna putih.
Maka barang yang di kehendaki oleh
perempuan tua itu tiadalah bersalahan maka kata orang tua itu “Bahawa engkau
ini habatan yang amat dusta”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai perempuan
tua, engkau ini daripada kaum yahudikah” maka perempuan tua itu menjawab
“Bahkan”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Seribu laknat akan engkau hai
perempuan malaun maka menjadi keralah engkau” maka dengan izin Allaha Taa’laya
maka perempuan itupun menjadi keralah.
Adapun di ceritakan segala mufasir
pada sehari itu seribu tiga ratus tiga puluh laki-laki dan perempuan masuk
agama Asalama agama nabi Allaha A’yasaya. Maka di ambil Mariam tangan anaknya
di bawanya pulang pula. Bermula yang pertama masuk agama A’yasaya mualim yang
di ajar A’yasaya tafsir abjad itulah maka mualim itupun meninggalkan rumah
tangganya khidmat kepada nabi Allaha A’yasaya.
Maka apabila balighlah A’yasaya maka datang
wahaya daripada Allaha Taa’laya demikian firman “Hai A’yasaya, bahawa engkau
telahku pilih daripada segala manusia yang banyak dan kuajarkan engkau
berbagai-bagai ilmu dan menyembuhkan orang yang sakit dan orang yang buta dan
lasa dan sopak dan menghidupkan orang yang mati izinku. Bahawa sekelian itu aku
anugerahi akanmu supaya di lihat sekelian manusia kudratku maka percayalah ia
akan engkau nabi lagi pesuruhku. Maka pergilah engkau pada sebuah negeri arah
ke matahari hidup Jabal Qaf namanya delapan puluh pintu kotanya dan pada suatu
pintu itu delapan puluh laki-laki menunggui dia. bahawa sekelian mereka itu
akan menurut katamu segeralah engkau pergi ke sana”.
Maka kata A’yasaya akan mualim itu
“Bahawa aku di titahkan Allaha Taa’laya pergi pada suatu negeri. Engkau
sertakah pergi atau tinggalkah”. Maka kata mualim “Bahawa aku tiada mahu
bercerai dengan engkau selagi ada hayatku ini. Janganlah engkau tinggalkan aku
daripadamu bahawa aku memandangmu kamu yang amat mulia itu. Janganlah engkau
tinggalkan aku daripadamu dan berbuat khidmat aku kepadamu”. Maka kata A’yasaya
“Marilah engkau sertaku berjalan bahawa di tunjukkan tuhan kiranya agama yang
sebenarnya akan dikau”.
Hataya maka berjalanlah nabi Allaha
A’yasaya di iringkan mualim itu maka A’yasaya pun bertemu dengan bukit maka
bukit itupun merendahkan dirinya maka di langkahi nabi Allaha A’yasaya dan jika
bertemu nabi Allaha A’yasaya dengan sungai yang besar maka tebing sungai itupun
mengatupkan dirinya maka berjalanlah nabi Allaha A’yasaya dan setengan sungai itu
nabi Allaha A’yasaya berjalan di atas air.
Hataya berapa lamanya maka sampailah
nabi Allaha ke negeri Jabal Qaf itu. maka mualim itupun di suruh nabi Allaha
utusan masuk ke dalam negeri itu maka kata nabi Allaha A’yasaya “Jangan engkau
takut, berdirilah engkau pada pintu negeri itu maka berseru-serulah engkau
dengan suara yang maha mulia nyaring. Kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya
Rawaha Allaha Wa Rasawalaha ialah yang menyampaikan risalah kepada
segala manusia”. Maka pergilah mualim ke pintu negeri itu maka berseru-serulah
ia seperti yang di suruh nabi Allaha A’yasaya itu. Maka apabila di dengar orang
banyak sampailah kepada raja perkataan itu serta di dengar raja lalu di
suruhnya seorang hulubalang pergi bunuh. Maka di bunuhnyalah mualim itu kepalanya
pun di keratnya di buangkannya pada suatu tempat.
Setelah hari malam maka nabi Allaha
A’yasaya itupun datang pada tempat itu maka di ambil nabi Allaha A’yasaya
kepala mualim itu. maka nabi Allaha pun bersungguh-sungguh ia minta doa ke
hadrat Allaha Taa’laya maka di kabulkan tuhan doanya maka mualim itupun hidup
pula berdiri dengan izin Allaha Taa’laya di hadapan nabi Allaha A’yasaya. Maka
kata nabi Allaha A’yasaya “Pergi pula engkau ke pintu raja itu. suruh olehmu ia
mengucap shahadat Ashahada Ana Laa Alaha Alaa Allaha Wa Ana A’yasaya Rawaha Allaha”.
Maka kata raja itu “Datang pula ini tiadakah kelmarin itu engkau mati kubunuh”
maka kata mualim itu “Bahkan, hai raja”. Maka kata raja itu “Siapa yang
hidupkan engkau” maka sahut mualim “Yang menghidupkan aku inilah yang
menjadikan engkau dan aku. Ialah menjadikan segala makhluknya”. Maka kata raja
itu “Ialah ini habatan yang amat nyata” maka di bunuh oleh segala menterinya
itulah ia maka dagingnya di suruh makan pada segala binatang.
Apabila malam hari maka nabi Allaha
A’yasaya pun sembahyanglah maka lalu ia pinta doa ke hadrat Allaha Taa’laya
maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai segala binatang yang makan daging dan
tulang mualim, keluarlah daging dan tulang mualim itu kembalikan kepada aku”.
Maka akan segala binatang itupun berhimpunlah maka di keluarkannyalah daging
dan tulang mualim itu dari dalam perutnya. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Hai
mualim, hiduplah engkau seperti dahulu” maka mualim itupun hiduplah lalu ia
berkata Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka kata nabi
Allaha A’yasaya “Hai mualim, betapa engkau rasai dan engkau lihat tatkala
engkau mati itu”. maka kata mualim itu “Adalah aku pada tanam-tanaman syurga
dan berbagai-bagai daripada nikmat yang terlalu lazat citarasanya dan bebefapa
daripada bidadari yang terlalu baik parasnya”.
Setelah siang hari maka pergi pula
mualim itu ke pintu raja itu maka katanya “Hai raja yang amat bebal, kata
olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”. Maka apabila di
lihat raja itu katanya “Karam bagi kamu segala orangku, tiadakah kelmarin ia
kita suruh bunuh dan kusuruh makan pada segala binatang”. Maka kata raja itu
“”Engkau siapa mengeluarkan engkau daripada segala binatang itu dan siapa yang
menghilangkan engkau daripada mati itu. bahawasanya pekerjaan ini amat besar
adanya”. Maka kata mualim “Hai raja bebal, bahawa engkau ini terlalu bebal
sekali. Jika engkau tiada percaya akan Allaha Taa’laya dan akan rasulnya dan
sangatlah karammu dan seksa yang amat pedih kau rasai daripada tuhan yang maha
tinggi. Bahawa tuhan alam itu Allaha mengetahui. Hai raja, jika engkau tiada
menurut katanya pesuruh tuhan ini nescaya menyesallah engkau selama-lamanya dan
bahawa akan selama-lamanya pun tiadalah berguna lagi. Hai raja kata olehmu Laa
Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha bahawa akan nabi Allaha
A’yasaya itu hamba Allaha dan pesuruhnya pada segala makhluknya”. Maka kata
raja “Di mana A’yasaya itu sekarang” maka kata mualim “Ada ia pada suatu tempat
duduk berhenti “. Maka keluarlah raja itu dengan segala menterinya dan
hulubalangnya pergi mendapatkan nabi Allaha A’yasaya.
Hataya sampailah kepada nabi Allaha
maka raja itupun memberi salam katanya “Al Salaama A’laya Kama” maka sahut
nabi Allaha A’yasaya “Al Salaama A’laya Mana Atabaa’ Al Hadaya Wa
Athoaa’ Al Malaka Al Aa’laya Wa Atabaa’ Al Anabayaa Wa Al Rasala”
ertinya sejahtera atas barang siapa mengikut jalan betul dan berbuat kebaktian
kepada tuhan yang maha tinggi dan ikut agama segala pesuruhnya segala anabaya
maka iaitu luput daripada seksa neraka. Barangsiapa menyalahi kata nabi Allaha
sesatlah ia jalan ke dalam neraka.
Maka kata raja itu “Hai A’yasaya,
engkau ini apa” maka kata nabi Allaha A’yasaya “Aku ini pesuruh Allaha di
titahkan Allaha Taa’laya aku kepadamu. Ialah tuhan menjadikan langit dan bumi
dan ia jua tuhan yang mendengar dan melihat dan tiada ia di lihat orang dan
ialah tuhan dunia akhirat. Kata olehmu Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”.
Maka sahut raja itu “Ada suatu lagi aku kehendaki kepadamu hai A’yasaya tanda
barahana daripadamu supaya sangatlah percaya aku kepadamu”. Maka kata nabi
Allaha A’yasaya “Apa kehendakmu aku dapat menyampaikan dia kehendakmu itu”.
Maka di ambil raja itu seorang tua dan
seorang sopak dan seorang lasa dan seorang buta maka di bawanya ke hadapan nabi
Allaha A’yasaya maka kata raja itu “Jikalau baik orang empat perkara itu
sebenarnyalah tuhanmu itu menyuruhkan engkau”. Setelah di pegang nabi Allaha
dengan tangannya maka orang tua itupun menjadi muda, maka yang sopak itupun
menjadi baiklah dan yang buta pun dan lasa pun hilanglah menjadi berlihatlah
ia. Maka keempat mereka itu berkata “Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha”.
Maka tercenganglah raja itu melihat
mukjizat nabi Allaha A’yasaya itu maka raja itupun berkata “Bahawa inilah pekerjaan
yang amat besar adanya daripada nabimu yang aku pun tiada pernah ku dengar
seperti kelakuan ini”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Bahawa pekerjaan ini
pekerjaan tuhan segala alam tertentu daripada dahulu”. Laqowalaha Taa’laya Ana Maa
Amaraha Azaa Araada Shayaa Ana Yaqowala Laha Kana Faya Kawana ertinya.
Kata raja itu “Ada suatu lagi kehendakku hai A’yasaya. Bahawa bapaku dan ibuku
bahawa kedua itu mati hendaklah kau hidupkan supaya sangatlah aku percaya akan
dikau dan ku sungguhkanlah engkau nabi”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya kepada
raja itu “Marilah engkau pergi sama dengan aku kepada kubur ibubapamu itu”.
maka raja itupun pergilah dengan segala menterinya hulubalangnya dan rakyatnya sama-sama
dengan nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama.
Maka sampailah kepada kubur ibubapanya
raja itu maka kata raja itu “Hai A’yasaya, inilah kubur ibubapaku, hidupkanlah
olehmu keduanya ini”. Maka nabi Allaha A’yasaya pun minta doa kepada Allaha
Taa’laya sembahnya “Ya tuhanku, bahawa engkau jua mematikan segala yang hidup
dan menghidupkan segala yang mati dan engkau jua yang amat kuasa pada barang
yang kehendakmu. Hidupkan kiranya ya tuhanku ibubapa raja ini”. Maka oleh nabi
Allaha A’yasaya di suruhnya buka kubur keduanya itu maka keduanya pun
bangkitlah daripada kuburnya lalu keduanya berkata “Laa Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha
Allaha bahawa tiada tuhan yang lain hanya Allaha jua raja yang
sebenarnya dan amat besar kerajaannya dan ia jua yang memberi kaya segala
hambanya. Nabi Allaha A’yasaya ini pesuruhnya”.
Maka keduanya berkata “Hai anakku,
bahawa kami sudah mati maka sangatlah kami merasai seksa tuhan alam oleh kerana
kami di dalam dunia kafir. Bahawasanya ialah nabi Allaha A’yasaya ini
kepercayaan Allaha Taa’laya”. Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Kembalilah kamu
kedua ke dalam kubur kamu” hataya maka kubur itupun terkatuplah dengan izin
Allaha Taa’laya. Apabila di lihat raja itu hal demikian itu maka raja itupun
percayalah akan nabi Allaha A’yasaya A’layaha Al Salama pesuruh Allaha. Maka
raja itupun dengan segala menterinya dan hulubalangnya dan segala tenteranya
kesemuanya masuk Asalama pada agama nabi Allaha A’yasaya. Di suratnya pada segala pintu Laa
Alaha Alaa Allaha A’yasaya Rawaha Allaha.
Apabila sudahlah mereka itu masuk
agama Asalama maka kembalilah nabi Allaha A’yasaya dan mualim kepada ibunya
Mariam. Maka kata nabi Allaha “Hai ibuku, bahawa akan negeri dunia ini negeri
huru-hara dan negeri sia-sia dan tiada kekal baginya dan segala yang menuntut
dia itu sahaja akan hilang daripada segala kekayaannya atau kepapaannya.
Bermula akan negeri akhirat inilah yang kekal dengan mulianya dan bahawa negeri
inilah kesukaan dan kegemaran nafsu. Marilah kita mendapatkan Allaha Taa’laya
supaya kita berbuat amal isi syurga dan perbuatan yang di perkenankan Allaha
Taa’laya. Maka berjalanlah keduanya kepada suatu bukit naiklah keduanya ke atas
bukit itu maka di perbuatnya suatu madrasah. Di sanalah Mariam dan A’yasaya
duduk berbuat ibadat dan taat kepada Allaha Taa’laya maka puasa ia pada siang
dan berdiri ia pada malam berbuat ibadat dan taat.
Berapa lamanya pada suatu hari
A’yasaya pergi berjalan pada suatu tempat maka Malaka Al Mawata pun datang
kepada Mariam. Maka kata Malaka Al Mawata “Al
Salaama A’laya Kama ya perempuan yang shidiq. Faya Qolabaka Wa Al Shoalaha Faa’laka hai yang puasa pada siang
hari dan berdiri pada malam”. Maka kata Mariam “Wa A’laya Kama Al Salaama Wa Rahamata Allaha Wa Barakataha. Siapa
jua tuan hamba ini maka gementarlah sendi hamba melihat tuan hamba”. Maka kata
Izrail “Hambalah yang meruntuhkan kerajaan segala raja-raja dan yang hilangkan
citarasa. Bahawa hambalah Malaka Al Mawata”.
Setelah Mariam mendengar kata Malaka
Al Mawata itu maka kata Mariam “Ya kekasihku, akan engkau datang ini hendak
mengunjung akukah atau hendak mengambil nyawa akukah”. Maka kata Malaka Al
Mawata “Tiada ibadat bagiku mengunjung tuan hamba melainkan yang kukerjakan itu
mengambil nyawa tuan hamba juga. Bersegeralah ya Mariam aku mengambil nyawamu”
maka kata Mariam “Bahkan terlalu baik sekali supaya segera aku mengadap
tuhanku”. Maka kata Malaka Al Mawata “Ya Mariam, telah hampirlah ajalmu dan
putuslah ilmumu maka hadapkanlah mukamu kepada Allaha A’za Wa Jala” maka kata
Mariam “Malaka Al Mawata, beri apalah aku bertangguh bertemu dengan anakku
supaya kulihat mukanya dan kecium baunya. Maka kata Malaka Al Mawata “Tiada
dapat aku menangguh engkau kerana ajalmu pada ketika inilah”. Maka Malaka Al
Mawata pun hampirlah pada Mariam lalu di ambil nyawanya Mariam di bawa naik ke
langit.
Maka tubuh Mariam tinggal pada mihrabnya
itu hataya maka nabi Allaha A’yasaya pun kembalilah daripada kejalanannya. Di
bawanya ada berapa buah kemandaki qasadnya akan buka puasa dan bahawa di
lihatnya ibunya terbaring pada mihrab. Maka pada hatinya bahawa ibu ini tidur maka
A’yasaya pun berdiam dirinya. Datang kepada waktu maghrib di lihatnya tiada
juga ibunya bangkit maka nabi Allaha A’yasaya pun berseru-seru katanya “Ya
ibuku, ketika orang berbuka puasalah ini. bangkitlah ya ibuku”. Maka tiada juga
sahutinya maka nabi Allaha A’yasaya pun berdiam dirinya hingga lalu tengah
malam. Maka berseru-seru pula ia “Ya ibuku, mengapa maka malam ini tiada ibuku
bangkit. Tiadakah ibuku puasa sementara belum subuh” maka tiada juga Mariam
menyahut maka tahulah nabi Allaha A’yasaya akan ibunya sudah mati itu.
Maka nabi Allaha A’yasaya pun
merebahkan dirinya maka segala malaikat isi langit pun semuanya menangis. Maka
firman Allaha Taa’laya “Diamlah kamu hai segala malaikatku, bahawasanya
anugerahku akan ibu A’yasaya itu tiada pernah di lihat dengan matanya dan tiada
pernah di dengar dengan telinganya dari dalam syurga”. Maka bangkitlah nabi
Allaha A’yasaya turun dari atas bukit itu lalu ia pergi kepada suatu dusun.
Maka berdirilah ia hamper rumah orang dusun itu maka kata orang itu “Hai
laki-laki, siapa engkau dan apa firasatmu ini”.
Maka kata nabi Allaha A’yasaya “Namaku
A’yasaya anak Mariam, telah matilah ibuku kain tiada padaku akan mengapan dia”.
Maka kata yang empunya ruman itu bertanya “Di mana mayat ibumu itu” maka sahut
nabi Allaha A’yasaya “Di kemuncak bukit itulah” maka kata yang empunya rumah
itu “Hai A’yasaya, kerana bukit itu tiga ratus tahun sudah lamanya tiada
seorang jua pun pergi ke sana. Di atas bukit itu banyak ular besar-besar betapa
dapat duduk di atas bukit itu”. Maka di berinya kain akan nabi Allaha A’yasaya
maka di ambil A’yasaya kain itu lalu di bawanya naik ke atas bukit itu.
Serta ia sampai pada ibunya yang sudah
mayat itu di dapatinya Jibril dan Mikail dan banyak bidadari memandikan mayat
ibunya dan di bawanya oleh bidadari itu kapan daripada sandusa dan astabaraq
dan cendana dan kapur di dalam syurga hingga di kerjakanlah bidadari itu
mandikannya di kapankan mayat Mariam. Di sembahyangkan oleh nabi Allaha
A’yasaya dan Jibril dan Mikail segala malaikat itu lalu di tanamkan Mariam. Setelah
sudah maka kembalilah segala malaikat itu ke langit maka tinggallah nabi Allaha
A’yasaya seorang dirinya selaku-laku orang gila adanya oleh tiada beribu itu.
Maka nabi Allaha A’yasaya pun sembahyang
dua rakaat salam maka ia minta doa kepada Allaha “Ya tuhanku, bahawa ibu
hambamu ghaiblah daripada hambamu tiada hambamu ketahui barang yang berlaku
atas ibu hambamu itu. Kupohonkan kepadamu ya tuhanku, berkat nama Mahamada Mashothofaya yang kau titahkan
pada akhir zaman itu kau anugerahi kiranya ibuku ini berkata-kata dengan aku”. Maka
di dengar nabi Allaha A’yasaya suara demikian bunyinya “Tanyalah ibumu itu
barang kehendakmu di sahutinyalah tanyamu itu oleh ibumu”.
Maka nabi Allaha A’yasaya pun
menghampir pada kubur ibunya maka ia berseru-seru “Hai ibuku, sekarang engkau
ghaiblah daripada aku. Bahawa aku tiada tahu akan hukum maka ceritai aku olehmu
barang yang sampai kepadamu itu daripada azabkah atau daripada rahmatkah. Maka sahut
Mariam “Bahawa sampailah ke hadrat tuhanku maka lalu di kurnianya akan aku rahmat
dan ampun dan anugerahinya aku syurga dan mashahadah yang amat mulia itu”. Maka
di ceritakan pula pada ketika ia Sakarata Al Mawata itu jika di parang dengan
pedang seribu kali tiada akan ada sakitnya seperti Sakarata Al Mawata. Hai anakku,
di peliharakan Allaha Taa’laya kiranya dengki tatkala engkau bertemu dengan
Sakarata Al Mawata, Ana Shaa Allaha Taa’laya
di pertemukan kiranya aku dan engkau di dalam syurga. Bahawa aku telah dahulu
daripada merasai kebajikan dan rahmat dan kejahatan itu”.
Maka Mariam pun berdiam dirinya tiada
lagi ia berkata-kata maka sembah nabi Allaha A’yasaya “Ya tuhanku, akan ibuku
pun kau berilah ia maut itu” maka di dengar nabi Allaha A’yasaya suara berkata-kata
itu “Hai A’yasaya, bahawa akan Sakarata Al Mawata itu tujuh puluh dua seksa hanya
suatu juga yang kusuruh kenakan pada ibumu itu bahawa akan yang lain itu tujuh
puluh seksa itu dan dua itu di rasainya”. Demi nabi Allaha A’layaha Al Salama
mendengar firman demikian itu maka nabi Allaha A’yasaya pun pengsanlah. Maka
apabila sembuhlah daripada pengsan itu maka katanya “Hai yang mengampun dosa,
engkau jua hambamu harapkan mengampun dosanya hambamu tatkala merasai Sakarata
Al Mawata itu” maka berjalanlah nabi Allaha A’yasaya pada kejalanannya.
Sumber: Kitab Qoshosho Al Anabayaa
No comments:
Post a Comment