Ba Sama Al Laha Al Rohamana Al Rohayama
Bacalah dengan nama tuhan kamu yang menjadikan. Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan tuhan kamu yang keramat. Yang mengajarkan dengan kalam. Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Al A'laqo

Tuesday, September 6, 2011

Hakikat Mahamada



Dalam bahasa tasawuf/sufi hakikat Mahamada berhubungan dengan Roh Al Qodasa dengan Roh Al Mahamada. Dibawah ini penulis kemukakan analis hal tsb dalam perspektif wali agung Sheikh A'bada Al Qodara Al Ghayalanaya dan juga dalam perspektif wali di tanah jawa, yang sebagian perjalanan pemahaman tentang tasawufnya banyak di pengaruhi oleh wali agung Sheikh Al Ghayalanaya.

Anda mungkin pernah bertanya-tanya mengapa wajah rasul Allaha tidak bisa atau tidak boleh di gambarkan? .. Alasan yang muncul kadang karena pada saat itu belum ada fotografi sehingga gambarnya tidak mungkin tepat. kalau hanya itu alasannya kurang tepat bagi saya karena pada masa nabi-nabi yang lain juga belum ada tekhnik foto dan tidak di permasalahkan gambar-gambar para nabi dan wali yang ada.

Kalau kita melihat banyak kitab dan buku yang ada, pengambaran Allaha dan Nabi Mahamada diilustrasikan dengan dengan cahaya yang terang benderang. Inspirasi dari ilustrasi cahaya tsb sebenarnya berasal dari QS:Al-Nawara:35 tentang Nur Allaha. Sementara Mahamada adalah personalisasi di dunia nur tsb. Maka dalam hal sosok Mahamada yang harus di perhatikan bukan person historisnya, akan tetapi essensinya dalam bentuk substansi Nur Mahamada. Cahaya pilihan dalam bentuk manusia yang terpuji (sempurna) karena justru dengan Nur Mahamada itulah, maka person historis Nabi Mahamada bermakrifat secara musyahadah dan dengan mata telanjang (Abana Arabaya:26) dan dengan cahaya makrifat Nabi Mahamada maka seluruh makhluk dapat mengenali, dan melalui keutamaannya mengungguli seluruh makhluk, mereka memberi pengakuan. Jelas menurut Sheikh Al Ghayalanaya, Nur Mahamada ciptaan pertama dan utama Allaha yang di cipta dari Nur Allaha (esensi) sendiri atau memang cahaya khusus yang di karuniakan Allaha sendiri untuk merujuk pada keutamaan dan kemuliaanya sebagai prototipe Al Anasana Al Kamala (Al Ghayalanaya:121).

Dalam kaitan bahwa Nabi Mahamada Hakikatnya bukan sosok historisnya yang harus di rujuk, maka asama’ Mahamada bukanlah nama asal dari Rasawala Allaha yang agung ini. Mahamada adalah nama dunianya, dimana nama aslinya sejak kecil adalah “Ahamada”, sosok yang penuh dengan keterpujian. Sementara secara sepiritualnya dan dalam posisinya terhadap Allaha, Rasul Allaha mengemukakan dirinya sendiri bahwa: Ana Ahamada Ba Al A'lama ertinya pada dirinya tidak lain penyandang nama “Ahad” dia adalah pengejawentahan dari yang esa. Inilah yang juga di sebut Roh Al Qodasa, roh suci untuk meneruskan penzahiran yang paling sempurna dalam peringkat alam Lahawata (Al Ghayalanaya:27) dalam hal ini para wali kuno tanah jawa memberikan penjelasan secara tepat sbb:

…. Muhamada itu pada hakikatnya Nur Allaha, yang dalam bentuk lahir ialah Mahamada…
persis ungkapan Al Ghazalaya: Bahwa Mahamada yang seorang nabi/rasul dengan Mahamada yang seorang arab. Mesti kita harus bisa membezakan walaupun memang kenyataanya nabi Mahamada lahir di jazirah arab.

Di sinilah rahasia dari menyatunya syahadat rasul ke dalam syahadat tauhid dan inilah jawaban mengapa sejak Nabi Adam A'layaha Al Salama menghuni surga, digerbangnya sudah terdapat tulisan syahadat rasul ini. Ya Nur Mahamada selalu menyertai roh dari semua jiwa yang akan dan pernah ada di alam semesta ini. Ini pula kunci rahsia mengapa para nabi yang pernah ada memohon kepada Allaha agar di jadikan sebagai umat Nabi Mahamada Shola Allaha A'layaha Wa Salama.(Al Ghayalanaya:121).

Nur Mahamada dalam perspektif Sheikh A'bada Al Qodara Al Ghayalanaya di sebut dengan sebutan Roh Mahamada yang diciptakan dari cahaya ketuhanan, Nur Mahamada merupakan realitas ghaib yang menjadi inti segala penciptaan. Oleh karenanya kadang ia disebut Nur, Roh, Kalam (tercipta dari perkataan Kana). Ia merupakan realitas yang memiliki banyak nama menurut fungsi dan dari mana sudut mana kita memandang (Al Ghayalanaya:7).

Maka realitas batin seperti inilah yang diberikan kepada orang-orang sufi sebagai Hakikat Al Mahamada. Jika disebut dengan nur atau cahaya karena ia memang bebas dan bersih dari segala kegelapan karena adanya cahaya tsb. Realitas dalam fungsinya di dunia tampak pada gelarnya sebagai Akal semesta kerana pengetahuannya tentang segala sesuatu. Ia mendapat gelar Kalam karena dari pengetahuannya dalam akal semesta ia menyebarkan ilmu dan hikmah dan menzahirkan ilmu dalam bentuk huruf dan perkataan. Ia disebut roh karena menjadi esensi kehidupan, dan memunculkan yang hidup.

Maka menurut Al Ghayalanaya, Mahamada adalah nama insan dalam alam ghaib di mana roh berkumpul yang menjadi sumber dan asal segala sesuatu. Di sinilah letak dari logika bahwa Allaha menciptakan alam karena akan menciptakan diri dari Mahamada utk keperluan alam ini. Dari kelahiran Nur Mahamada inilah diikuti oleh penciptaan makhluk-makhluk yang lain serta Arsy-nya.

Dalam pengejawentahanya, menurut Al Ghayalanaya dan para tokoh sufi lainnya, Allaha kemudian menurunkan nur dari tempat kejadiannya, yaitu alam Lahawata ke alam Asama’ Allaha, yaitu alam penciptaan sifat-sifat Allaha dan alam akal roh semesta. Kemudian di turunkan lagi ke alam malaikat untuk di pakaikan pakaian kemalaikatan. Lalu di turunkan lagi ke alam Ajasama yang terjadi unsur api, udara, air dan tanah, disitulah roh diberikan jasmaniah beserta nafsu-nafsunya (Al Ghayalanaya:9).

Setelah roh mengalami badanisasi inilah ia mulai mengalami kehilangan Nur dan lupa akan asal serta perjanjian azalinya dengan Allaha. Namun Allaha juga tetap memberikanya bekal untuk kembali dalam bentuk mata hati atau Bashoyara yang menjadi gerbang bagi gerak bebas roh Al Adhofaya sebagai mursyid setiap jiwa. Hanya saja, Bashoyara ini akan berfungsi optimal kalau seseorang selalu berada dalam taqarrubnya kepada Allaha.

Dengan Bashoyara nya inilah ia akan sanggup menembus kabut alam ghaib dan menyingkap segala hijab yang menjadi penghalangnya untuk kembali kepada Allaha. Orang sudah dapat memfungsikan Bashoyara nya dan mendaya gunakan Roh Al Mahamada-nya sebagai pusat perjalanan spiritualnya maka ia akan bisa menembus semesta karena letak Nur Mahamada itu sendiri berada di langit tujuh berada dalam arsy-nya yang menyatu dan menyanding dengan Allaha itu sendiri. Ia akan dapat kembali terserap dalam kesatuan nur essensial sehingga ia dapat melihat apa yang belum pernah dilihat dan mengatasi semua penglihatan dan benda yang dapat dilihat..

Menurut Al Ghayalanaya, hal yang di perlukan orang awam utk membuka Bashoyara nya adalah dengan mencari orang yang Bashoyara nya sudah terbuka dan sudah di daya gunakan secara optimal. Hanya melalui orang yang sudah mata hatinya sudah di fungsikan secara semestinya orang awam dapat memasuki dunia sufi serta menunggu giliranya utk terbukanya mata Bashoyara nya kepada Allaha kerana hanya dengan terbukanya pintu Bashoyara nya inilah maka ia dapat menjalani fungsi utamanya di ciptakan di dunia yakni utk ber makrifat Allaha. Harus di ingat adalah bahwa posisi Roh Al Mahamada ini hanya dapat bertahan dan berfungsi pada peribadi rasul, nabi, awalaya dan kekasih-kekasihnya maka tidak ada pilihan lain bagi diri kita masing-masing utk semaksimal mungkin agar dapat menjadi hamba dan kekasih Allaha.

Tentu sempat muncul pertanyaaan, mengapa roh suci ini di turunkan ke dunia yang fana’ ini ? Ia di hantarkan ke tempat yang paling terendah supaya ia dapat kembali ke asalnya yaitu berpadu dan berdampingan dengan Allaha saja atau Ana Lalaha Wa Anaa Rajaa'wana seperti ketika ia berada dalam pakaian daging, darah, dan tulang itu. Melalui mata hati yang ada di dalam wadahnya, ia dapat selalu menanam, memelihara dan memupuk benih kesatuan dan keesaan, serta berusaha menyuburkan rasa “berpadu” dan berdampingan” dengan Allaha. Demikian menurut Sheikh A'bada Al Qodara Al Ghayalanaya (Al Ghayalanaya:28)inilah hakikat roh suci.

Adapun ganjaran bagi roh suci, menurut Al Ghayalanaya adalah melihat makhluk yang pertama dilahirkan. Ketika itu, ia akan dapat melihat keindahan Allaha, kepadanya di perlihatkan rahsia Allaha. Penglihatan dan pendengarannya menjadi satu, tidak ada perbandingan, tidak ada persamaan dengan sesuatu apapun. Dilihatnya kesatuan Jalala (kegagahan, kemurkaan) dengan sifat Jamala (keindahan, kecantikan) Allaha. Sifat Jalala dan Jamala menjadi satu dalam pandanganya (Al Ghayalanaya:27). Inilah kunci kearifan dirinya sebagai buah makrifat dan hakikat yang telah di saksikan dan dialami oleh roh suci. Ia mendapat kurnia kebeningan dan kesucian batinnya berupa rahsia-rahsia suci dan pengalaman para wali inilah yang menjadikan benar-benar hidup di sisi tuhannya walaupun jasad kita kembali kepada zatnya masing-masing. Inilah kehidupan sejati yang perlu kita capai hidup penuh dengan kesempurnaan di sisi Allaha Taa'laya………………….

Monday, September 5, 2011

Perihal Menteri

Maka dengarkan pula segala syarat orang yang harus jadi menteri supaya dapat sempurna tahta kerajaan rajanya dan beroleh manafaat pada segala hamba Allaha yang dibawahnya. Bermula adapun syarat pada menteri itu semuanya atas dua puluh tujuh perkara adanya. Pertama hendaklah menteri itu jangan meninggalkan rukun Asalama yang difardhukan oleh Allaha Sabahana Wa Taa’laya seperti shahadat dan sembahyang dan puasa dan memberi zakat fitrah supaya segala orang yang dibawahnya menurut padanya. Kedua maka hendaklah menteri itu syukur akan Allaha Taa’laya dan syukur akan nikmat rajanya. Ketiga maka hendaklah menteri itu tiap-tiap hari berbicarakan mendatang hasil negeri dengan sesuatu pekerjaan barang yang di luar masuk jadi harta milik raja supaya jadi belanja dan jangan mengeluarkan harta daripada perbendaharaan rajanya kerana harta perbendaharaan itu tiada harus dibelanjakan dengan sia-sia melainkan kerana datang masa kesukaran negeri jua belanjakan.

Keempat hendaklah menteri itu sangat berusaha ia mencari akan kesukaan kehendak rajanya daripada pakaian atau akan kenderaan rajanya. Kelima hendaklah menteri itu senantiasa menjagakan hukum rajanya supaya jangan bersalahan dengan hukum Allaha Taa’laya. Maka jika ada bersalahan hukum raja itu dengan hukum Allaha maka hendaklah diingatkan dengan kata yang lemah lembut dan barang yang manis kelakuan supaya tahu raja akan kesalahannya. Keenam hendaklah menteri itu apabila melihat rajanya atau orang yang dibawah hukumnya mengerjakan pekerjaan yang bidaah bersalahan daripada syariat nabi Mahamada Shola Allaha A’layaha Wa Salama maka wajiblah dibicarakan oleh menteri itu dengan barang bicara dengan jalan yang dapat supaya terbuang perbuatan bidaah yang bersalahan dengan syariat itu kerana aib raja dan menteri dan qodhi kecelaan negeri Asalama. Ketujuh bahawa hendaklah menteri itu jangan menunjukkan keras atas segala rakyat dan membesarkan dirinya. Kedelapan hendaklah menteri itu menentukan daftar harta perbendaharaan yang belum masuk menyegerakan kerana dunia ini banyak fitnah dan balanya.

Kesembilan hendaklah menteri itu memeliharakan panglima dan hulubalang dan rakyat dan melengkapi senjata dan kenderaan dan pakaian. Tiada diketahui mana kalanya datang bala dan fitnah dan mana-mana datangnya itu. Maka jika harta jua dihimpun tiada dibicarakan hulubalang dan senjata apabila datang seteru di dalam alpa, jadi sia-sia harta itu pada ketika itu jika mencari akan hulubalang sukarlah diperoleh dan jikalau di dapat sekalipun tiadalah sempurna pekerjaannya. Maka tak dapat tiada menteri itu membicarakan harta dan hulubalang dan mengambil khasiatnya dan membaiki hati sekelian keluarganya hingga pada ketika datang kesukaran jangan jadi menyesal. Kesepuluh hendaklah senantiasa menteri itu menyuruh orang pergi kepada pihak negeri supaya boleh mengambil khabar padanya hingga ia ketahui daripada pihak mana datang seteru dan betapa boleh menolakkan dia. Kesebelas hendaklah menteri itu memeliharakan segala dagang santeri dan segala fakir dan miskin daripada kejahatan orang yang keras di dalam negeri itu supaya memeliharakan oleh Allaha Taa’laya menteri itu daripada segala orang yang keras daripadanya seperti hadis nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama Arahamawa Mana Adhoa’fawa Mana Kama Yarahama Kama Mana Aqowama Kama ertinya Kasihani olehmu akan orang yang dhoif daripada kamu supaya kasihan Allaha Taa’laya akan kamu daripada orang yang terlebih keras daripada kamu.

Kedua belas hendaklah ia itu barang yang diperbuat dengan diketahuinya jangan dengan bebal. Ketiga belas hendaklah menteri itu pada barang pekerjaannya itu ingat pada kemudian membicarakan pada kesudahan. Keempat belas hendaklah menteri itu hatinya luas dibicara dan baik perangainya dan murahnya. Kelima belas hendaklah menteri itu apabila melihat orang yang berbuat kebaktian akan rajanya maka kasihan di muliakan orang itu. Keenam belas hendaklah menteri itu apabila melihat orang yang melalui titah rajanya dikerasinya jika tiada menurut maka dihukumkan atas hartanya atau disakitinya atas tubuh badannya itulah yang terafdal. Jangan diatas hartanya supaya jadi teladan pada orang yang lain. Ketujuh belas hendaklah dihukumkan dengan hukum yang benar disamakan daripada pihak raja dan pihak rakyat.

Kedelapan belas hendaklah menteri itu bahawa menjauhkan dirinya daripada pekerjaan yang keji yang tiada harus atas dirinya. Kesembilan belas hendaklah menteri itu jikalau melihat raja berbuat sesuatu kerja yang tiada memberi manafaat atau perkataan yang memberi mudharat jika dikabulnya di dalam hatinya dan jangan dibantahi di hadapan majlis orang banyak maka pada ketika yang sunyi maulah dinyatakan kesalahannya itu dengan perkataan yang manis dan lemah lembut. Kedua puluh hendaklah menteri itu menjagakan rajanya jangan hampir dengan orang yang bidaah dholalat supaya jangan mereka itu berkata-kata dengan rajanya pada majlis penghadapan orang kerana orang yang bidaah dholalat itu merubahkan agama Asalama lagi jahil raja dan memberi nama seisi negeri dan pada negeri yang lain tiada dibaikinya kebajikannya itu. Kedua puluh satu hendaklah menteri itu mencari taulan yang baik dan bersahabat dengan orang yang mulia supaya boleh menolongkan dia pada sesuatu bicara negeri pekerjaan yang sukar-sukar.

Kedua puluh dua hendaklah menteri itu peringatkan segala orang yang dibeli raja dan orang yang dipintu raja dan segala pesuruh raja supaya jangan mereka itu khianat akan raja dan berbuat aniaya pada segala hamba Allaha. Maka apabila ada yang khianat dan aniaya hendaklah diingatkan jikalau tiada menurut maka pinta rajanya mengeluarkan mereka itu daripada istana raja. Kedua puluh tiga hendaklah menteri itu sentiasa mencari kebajikan akan rajanya dunia akhirat. Kedua puluh empat hendaklah menteri itu menyukakan hati a’lama dan sheikh dan segala sifat faqoraa’ dan miskin supaya menolongkan Allaha Taa’laya barang sesuatu yang kesukaran rajanya berkat doa mereka itu sekelian. Kedua puluh lima hendaklah menteri itu jangan memberi selisih antara segala hulubalang sama hulubalang kerana apabila datang pekerjaan yang sukar negeri nescaya membawa dirinya.

Kedua puluh enam maka hendaklah menteri itu meminta doa akan rajanya pada tiap-tiap waktu sembahyang supaya rajanya mengerjakan kebajikan berbuat adil dan insaf kerana meminta doa akan rajanya itu iaitu menolong segala hamba Allaha jua. Kedua puluh tujuh hendaklah menteri itu tatkala ada lagi anugerahi Allaha Taa’laya kebesaran dan kemuliaan jangan lali dan alpakan daripada berbuat kebajikan akan segala hamba Allaha dan pada barang tempat dan barang ketika dan menyampaikan hajat orang yang munajat dan menolong segala orang yang dhoif. Itulah pahala manafaat orang yang jadi pegawai raja maka kebanyakan daripada wali Allaha dan zuhud dan a’bid dan a’lama yang suka jadi pegawai raja kerana sebab berkehendak pahala itulah yang dapat menolong kesakitan yang teraniaya.

Sumber: Kitab Taja Al Salathoyana

Peri Perbuatan Adil

Fasal yang keenam pada menyatakan peri perbuatan adil dan ehsan seperti firman Allaha Taa’laya Ana Allaha Yaamara Ba Al A’dala Wa Al Hasana ertinya Bahawasanya Allaha Taa’laya menyuruhkan berbuat adil dan ehsan. Bermula kehendak dengan adil itu kebenaran jua daripada segala perbuatan dan daripada segala perkataan dan barang siapa raja-raja yang tiada ada perkara itu nescaya tiadalah dapat dibilangkan raja adanya seperti sabda nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama Al A’dala A’na Al Dayana Wa Qowata Al Salathona Wa Fayaha Sholaha Al Khoasho ertinya Adil itu daripada kemuliaan dan kuat raja dan dalamnya kebajikan akan manusia. Dan lagi sabda nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama Al Salathona Al A’dala Faya Al Danayaa Yawama Al Qoyamata A’laya Manaa Bara Al Lawalawa ertinya Raja yang adil itu dalam dunia pada hari kiamat diatas segala mamanayara daripada mutiara di dalam syurga. Kata Fadhoyala abana A’baadho Rahamata Allaha Taa’laya dan jikalau diperkenan Allaha Taa’laya doaku maka senantiasalah aku minta doa yang khoyarana akan raja-raja yang adil kerana kesentosaan dan kesenangan hamba Allaha itu sebab rajanya yang adil.

Bermula hikayat ada seorang raja yang sholeh ia berniat hendak pergi naik haji ke Bayata Allaha, maka raja pun memanggil segala pendita dan segala menteri membicarakan pekerjaan haji itu. Maka segala pendita dan segala menteri pun berkata “Ya shah alam, adapun keadaan raja dalam negeri seperti nyawa di dalam badan, jika nyawa itu bercerai dengan badan nescaya jadi binasalah badan itu”. Maka kata raja “Yang aku kehendak pahala haji maka betapa aku peroleh pahala haji itu”. Maka kata segala pendita “Dapat jua tuan hamba peroleh di sini maka hendaklah tuan hamba beli haji itu pada seseorang haji”. Maka kata menteri “Ada seorang orang sholeh di dalam negeri ini beberapa tahun ia duduk di dalam negeri maka telah ada enam puluh hajinya. Jika raja berkehendak akan pahalanya haji baik jua pergi mendapatkan haji itu dengan ikhlas hati shah alam kerana tiap-tiap membicarakan pahalanya akhirnya afdal pergi mendapatkan dia daripada dipanggil”. Telah raja mendengar kata segala pendita dan segala menteri itu maka raja pun pergilah ke rumah orang sholeh itu.

Serta sampai maka raja pun memberi salam kepada sholeh itu maka segera di sahut salam raja itu dengan hormatnya. Disuruh duduk raja itu maka berkata raja “Hamba datang kepada haji ini hendak mengambil berkat daripada tanah yang mulia dan menghendaki pahala haji tuan hamba. Barang berapa harganya di dalam satu kali haji itu”. Maka kata haji itu “Hamba shah alam, jangankan pahala suatu haji jikalau shah alam menghendaki enam puluh haji itupun raja peroleh”. Maka kata raja “Berapa di jual pahala suatu haji itu” maka sahutnya “Adapun selangkah tapak kaki hamba berjalan kepada Kaa’bata Allaha hamba pinta akan harganya seisi negeri tuan hamba dan barang yang ada di dalamnya itu”. Maka kata raja “Adapun yang ada kepada aku kerajaan itulah yang di dalam hukum aku maka musykil jua dibeli pahala haji pada tuan hamba kerana kerajaan hamba pergi suatu tapak pun tiada cukup”. Maka kata haji itu “Ya shah alam, pahala haji hamba ini terlalu amat mudah harganya pada tuan hamba” maka kata raja “Betapa mudahnya” maka kata sholeh itu “Hai raja, jikalau seseorang hamba Allaha yang teraniaya datang mengadukan hal teraniaya kepada raja dengan suka hati raja memeriksa ia hal mereka itu dengan lemah lembut dan manis raja berkata-kata dengan dia dan melepaskan dia daripada tangan menzalim akan dia itu besar pahalanya. Maka yang teraniaya itu pulang ia dengan suka hatinya. Maka yang orang teraniaya itu berikan kepada hamba maka pahala enam puluh kali haji itu hamba berikan pada tuan hamba dengan keredhaan hamba dan jikalau ia umpama berniaga, hambalah yang berniaga beroleh laba daripada shah alam”.

Bermula tersebut di dalam kitab Al Qoyamata kata Imam Al Bahalaya mendengar hadis nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama, Kebanyakan di dalam kubur manusia yang di seksakan dengan seksa yang amat sangat itu di palu oleh malaikat dengan cokmarnya daripada besi yang merah bernyala-nyala. Maka sangat mengharap menangis berseru-seru katanya “Apa sebab engkau seksakan kepada aku kerana bahawasanya aku sembahyang lima waktu dan aku puasa pada bulan Ramadhona dan memberi zakat”. Maka jawab malaikat itu "Adalah suatu hari engkau sembahyang yang tiada suci daripada kumuhmu dan suatu hari ada seorang teraniaya maka minta tolong ia bicarakan kepada mu maka tiada kamu mau menolong bicarakan halnya” maka nyatalah dengan riwayat hadis ini menolong orang yang teraniaya itu wajib.

Putus

Maka sabda Amayara Al Mawamanayana A’mara, yang terbahagia dunia akhirat raja yang mengerjakan kerajaan yang adil itu bersandarkan atas segala pekerjaan agama Asalama dan menurut hukum syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama dan dikerasinya pada segala rakyatnya yang takluk kepadanya dan ditegahkan segala yang berbuat pekerjaan yang dilarangkan Allaha Taa’laya dengan kekerasannya dan yang jahat dan harap kepadanya segala manusia yang banyak daripada sebab adil dan insaf raja itu menghukumkan atas segala rakyatnya dan lagi supaya jangan berbuat aniaya orang yang kuasa-kuasa atas orang yang lemah dan orang yang kaya atas orang yang miskin dan orang yang besar-besar atas orang yang kecil hingga sentosalah segala hamba Allaha dan tetap hatinya mengerjakan segala pekerjaan agama Asalama dan mencari kehidupan dunianya. Adapun segala raja-raja yang bebal iaitu tiada mempunyai budi bicaranya itu sudah ditutup Allaha Taa’laya akan dia pintu kemuliaan dijadikannya itu pohon segala kejahatan membesarkan dirinya dan menghukumkan dengan barang kehendak sendirinya memberi kesakitan segala hamba Allaha dan berpaling ia daripada syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama dan meninggal pula daripada hukum Allaha Taa’laya dan menurut hukum Iblis dan syaitan. Demikianlah yang banyak ada perbuatan raja-raja pada zaman ini melainkannya barang siapa daripada raja-raja itu yang ditunjukkan Allaha Taa’laya pada jalan yang benar.

Bermula tersebut di dalam kitab Afadhola Al Salathoyana hendaklah raja itu memeliharakan orang yang budiman dan baik pekerti dan lagi banyak malunya dan kurang tamak dan amalnya tetap maka jikalau dapat oleh raja orang itu yang demikian maka haruslah raja menyerahkan negeri pada mereka itu supaya melihat hal ehwal negeri baik dan jahat segala rakyatnya dan menyampaikan khabar itu pada raja dengan sempurnanya kerana ganti mata telinga raja itu dan hendaklah dikurnia akan mereka itu dengan kurnia yang sempurna supaya raja itu menetapkan hati mereka itu dan supaya mahsyur kepada segala rakyat maka jadilah yang lain pun mengikut perbuatan mereka itu.

Bermula tersebut di dalam kitab Afadhola Al Salathoyana itu juga mengatakan yang menghilangkan tahta kerajaan raja-raja itu tiga perkara, pertama-tama alpa kerajaannya dan hukuman tersembunyi kepada raja-raja yang lain. Kedua membesarkan orang yang tiada berbangsa daripada asalnya. Ketiga kekal menteri pegawai raja itu aniaya. Bermula jikalau terbunyi khabar raja itu dan raja pun tiada ketahui di dalam pekerjaannya siapa yang kasih benci akan dia dan berseteru dengan dia dan barang apa pekerjaan pun terbunyi dari raja tiada tahu akan hal ehwal kerajaannya nescaya zahirlah pada pihak negeri jadi fitnah dan bencana daripada kebinasaan negeri. Bermula jikalau raja membesarkan orang yang kurang bangsa nescaya dilihat dirinya dibesarkan oleh raja kuranglah hormatnya akan segala orang yang mulia dan ringan kepadanya segala orang yang besar martabat dan ringan kepadanya orang yang berbangsa. Maka hati manusia rakyat pun bencilah akan perangai itu maka barang daya upaya hendak menjauhkan dirinya daripada raja itu seperti kata hakim Zawa Laa Al Dawalata Baara Tafaa’ Al Saqodata ertinya Hilanglah daulat raja sebab membesarkan orang yang hina. Bermula pegawai raja itu aniaya adalah pada cita-cita orang yang banyak yang perbuatan kejahatan itu rajanya jua maka segala isi negeri pun kuranglah bersahaya bertanam-tanaman dan berniaga dan memeliharakan hidup-hidupan sebab hal itu jadi kurang hasil dan perbendaharaan pun jadi kosonglah dan kekuranganlah makanan laskar hulubalang, jika datang seteru pada masa itu tiadalah banyak orang yang melawan seteru itu nescaya alahlah raja itu.

Fasal yang ketujuh pada menyatakan peri pekerti raja-raja yang adil. Bermula tersebut di dalam kitab Shofata Al Salathoyana hendaklah raja-raja itu jangan lali daripada orang yang berilmu dan beramal perbuatan dan mengikut kata mereka itu tetapi tak dapat tiada raja itu mengetahui dengan akalnya perbezaan antara baik dan jahat kerana segala pendita yang berkata ilmunya dan mengajar kerana Allaha Taa’laya itu lain jua perkataan mereka itu dan segala pendita yang berkata-kata kerana hawa nafsunya dan tamaknya itu lain jua perkataannya itu. Maka hendaklah raja itu membezakan antara segala mereka itu supaya jangan sesat bersahabat dengan dia.

Adapun pendita yang demikian itu bicaranya seperti syaitan kerana sangat daripada durjanya dan dengan khianatnya maka perkataannya lemah lembut serta dengan berbagai-bagai pujinya akan raja itu yang memberi suka hati raja dan barang yang dikehendaki oleh raja baik atau jahat disertakannyalah di dalam kebajikan dan kejahatan. Demikian lagi mengikut perbuatan raja itu supaya dapat dengan tipu dayanya barang yang dikehendakinya pada raja itu daripada lobanya dan tamaknya dan jika raja itu alpakan alamat kurang budi bicaranya bebalnya ikutnyalah katanya maka dibawanya raja itu ke neraka jahanam.

Adapun segala pendita yang berkata benar itu kehendaknya pun benar juga dan barang katanya dengan kerana Allaha bukan kerana tamaknya dan bukan kerana hawa nafsunya dan tiada takut ia kepada raja dan menteri sebab bicaranya benar daripada mengeraskan hukum agama yang ada pada ilmunya dan tiada tamaknya pada segala orang kaya-kaya maka yang dikatakan itu dengan kerana Allaha Taa’laya semata-matanya.

Bermula hikayat pada suatu hari sultan Harawana Al Rashayada duduk dengan segala menteri, maka adalah seorang sheikh Saqoyaqo Rahada namanya pergi kepada sultan Harawana Al Rashayada maka disambut oleh sultan Harawana bersabda dengan beberapa hormatnya maka kata sultan Harawaba Al Rashayada “Ya sheikh, ajarkan hamba dengan ilmu yang ada daripada tuan hamba” maka kata sheikh itu “Yaa Amayara Al Mawamanayana, Allaha Taa’laya memberi akan tuan hamba akan tempat Abawa Bakara Al Shodayaqo dan daripada shodayaqo itu pinta tuan hamba seperti Abawa Bakara dan memberi Allaha Taa’laya akan tuan hamba pangkat farawaqo dan daripada tuan hamba bezakan antara hak kepada batil seperti daripada A’mara dan diberikan pada tuan hamba martabat Dawa Al Nawara ini daripada tuan hamba dan kebajikan pinta seperti A’tamana dan diberi seperti tempat A’laya dan daripada tuan hamba ilmu adil pinta seperti daripada A’laya”. Maka kata sultan Harawana Al Rashayada “Benarlah kata tuan hamba, hendaklah tambahi lagi perkataan yang mulia itu”.

Maka kata sheikh itu “Yaa Amayara Al Mawamanayana, bahawasanya Allaha Taa’laya telah menjadikan suatu rumah daripada api neraka dan pintunya itu berseru-seru demikian katanya “Tiga perkara di anugerahi Allaha Taa’laya akan segala raja-raja. Pertama harta Bayata Al Maala, kedua pedang, ketiga tongkat. Maka pastikan dengan perkara itu memeliharakan segala manusia daripada api neraka. Adapun harta Bayata Al Maala itu berikan akan fakir dan miskin yang kesukaran dan hulubalang yang menjagakan negeri dan membaikikan negeri dan pedang itu akan membunuh orang yang membunuh dengan tiada sebenarnya atau menyamun yang hampir kepada negeri atau orang yang bidaah yang bersalahan dengan firman Allaha Taa’laya dan tongkat itu memalu barang siapa yang tiada mengikut akan syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama. Maka jikalau raja itu tiada berbuat yang demikian maka tuan hambalah dahulu masuk neraka kemudian maka orang lain”. Maka kata sultan Harawana Al Rashayada “Benarlah kata tuan hamba itu ya sheikh, tambahi lagi nasihat akan hamba” maka kata sheikh itu “Yaa Amayara Al Mawamanayana, ketahui olehmu bahawasanya mata air itu tuan hamba jua empunyanya dan jikalau mata air itu tidak suci tiada jua berguna”.

Bermula pada suatu hari malam, sultan Harawana Al Rashayada serta menterinya bernama A’yasa pergi pada sheikh Fadhoyala serta sampai sultan ke pintu rumah sheikh Fadhoyala maka sultan mendengar sheikh Fadhoyala itu membaca qoraana maka sabda sultan “Ya A’yasa, tepuk pintu itu” kata sheikh Fadhoyala “Siapa kamu” maka kata A’yasa “Ya sheikh, Amayara Al Mawamanayana datang hendak mendapatkan tuan hamba”. Maka kata sheikh Fadhoyala “Apa kerjanya Amayara Al Mawamanayana datang kesini”. Maka jawab A’yasa “Datang hendak meminta berkat dan pengajar kepada sheikh” maka sheikh itupun memadamkan pelita lalu membukakan pintu rumahnya lalu sutan Harawana Al Rashayada pun masuk serta dengan A’yasa ke dalam rumah itu serta datang berjabat tangan dengan sheikh itu. Maka kata sheikh itu “Sabahana Allaha, apa yang demikian ini amat lembut tangannya maka bahawasanya api neraka itu sangat keras hangatnya pula. Yaa Amayara Al Mawamanayana, baik-baik bicarakan oleh tuan hamba kerana Allaha Taa’laya telah menyerahkan kebesaran pada tuan hamba serta berpesan Allaha Taa’laya pada tuan hamba maka jangan alpakan pesannya itu dan jangan taksir memeliharakan segala hambanya yang diserahkan pada tuan hamba itu kerana pada hari kiamat segala hal ehwal segala manusianya tanyakan pada tuan hamba jua. Maka betapa jawab tuan hamba beberapa ribu perbuatan makhluk yang diperiksa Allaha Taa’laya pada tuan hamba”.

Maka berkata A’yasa “Ya sheikh, perkataan tuan sheikh itu amat keras seperti membunuh khalifah”. Maka kata sheikh itu dengan marahnya kepada A’yasa “Engkaulah yang membunuh khalifah itu”. Maka sabda sultan Harawana Al Rashayada “Hai A’yasa, diamlah engkau. Tahukah engkau segala kata sheikh itu ertinya yang dikatakan engkau membunuh aku itu kerana engkau ganti mata telingaku dan aku serahkan bicara negeri padamu dan jikalau taksir engkau daripada memeriksa hal kesukaran rakyatku seperti engkau membunuh aku”.


Maka sultan Harawana Al Rashayada pun memberi emas seratus tahil ditaruh dihadapan sheikh itu katanya “Hamba beri belanja akan tuan hamba daripada harta halal”. Maka kata sheikh itu “Hai raja yang alpa bahawasanya harta itu api neraka bahawa engkau hendak melepaskan darimu daripada api neraka itu hendak gantikan aku pula”. Maka sheikh Fadhoyala pun segera ia berdiri lalu keluar daripada rumahnya di tinggalkan sultan Harawana Al Rashayada dirumahnya itu maka sultan Harawana Al Rashayada pun kembali kerumahnya dengan kemasygulan.


Sumber: Kitab Taja Al Salathoyana