Sambungan Fasal Kelima
Kata hikayat tatkala nabi Mahamada Shola Allaha A’layaha Wa Salama duduk diatas tahta kerajaan menyuruhkan dua orang fawaja ke negeri Tajala. Suatu fawaja penghulunya Kholadayana Walada, kedua fawaja penghulunya A’laya radhoya Allaha a’naha dan cincin antara dua penghulu itu. Jikalau pada ketika perang ini jadi setempat maka sayadana A’laya jua penghulu kedua laskar itu dan jika bercerai antara kedua laskar maka penghulunya lain apabila lalulah kedua laskar dari negeri. Maka pada masa itu Sataya Fathomaha radhoya Allaha a’naha sakit maka rasul Allaha Shola Allaha A’layaha Wa Salama pun pergi melihat Sataya Fathomaha serta dengan seorang sahabat namanya A’marana. Apabila sampai rasul Allaha pada tempat rumah Sataya Fathomaha ditepuknya oleh rasul Allaha pintu rumah Sataya Fathomaha radhoya Allaha a’naha “Ya rasul Allaha datang tuan hamba”. Maka sabda rasul Allaha “Ya Fathomaha, ada sertaku A’marana masukkah aku atau tiadakah”. Maka kata Fathomaha “Ya rasul Allaha, pakaian hamba hanyalah suatu kemalai jua yang ada pada hamba tutupkan kepala hamba. Jika hamba tutupkan kepala hamba, tiadalah dapat menutupkan kaki hamba dan jika hamba tutupkan kaki hamba tiadalah dapat hamba menutupkan kepala hamba. Maka betapa A’marana dapat masuk ke dalam rumah ini”. Maka rasul Allaha pun memberikan Sabayanya pada Sataya Fathomaha supaya dapat menutupkan kepalanya dengan sabaya itu.
Maka rasul Allaha pun masuklah dan A’marana pun serta masuk bersama-sama dengan rasul Allaha duduk diatas tanah dan suatu tikar pun tiada di dalam rumahnya itu hanya dengan suatu kemalai yang buruk dan hadrat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama menutupkan baunya dan tubuhnya terlalu dhaif kurus dan pucat mukanya. Maka sabda rasul Allaha “Hai anakku, apa halmu ini”. Maka kata Sataya Fathomaha “Ya rasul Allaha, sabar jua Allaha tetap yang memberi sangat dhaif kurus tubuh hamba dan pucat tubuh hamba ini sebab dua perkara. Suatu penyakit, keduanya tiga hari sudah sesuap nasi pun tiada hamba makan”. Maka apabila rasul Allaha mendengar kata Sataya Fathomaha demikian itu maka rasul Allaha pun menangis dan A’marana pun menangis dan Sataya Fathomaha pun menangis.
Maka sabda rasul Allaha “Hai anakku Fathomaha, demi Allaha yang menjadikan aku pesuruhnya daku kerjakan dan aku pun tiga hari sudah sesuap nasi pun tiada daku makan dan aku kepada Allaha Taa’laya terlebih mulia daripada engkau. Barang yang aku pinta dianugerahinya bahawa aku pinta pada Allaha Taa’laya menjadikan ia kepada aku fakir dan miskin. Hai anakku Fathomaha, sabarlah engkau daripada hal kesakitan dunia ini dan pohonkan kebesaran itu di dalam akhirat jua. Maka sesuatu duka di dunia ini seribu kesukaan di akhirat dan sekali suka cita di dunia ini dua tiga hari jua lamannya lepas dari itu lagi akan lenyap jua adanya dan sekali sukacita di akhirat itu kekal ia tiada berkesudahan. Hai Fathomaha, hendaklah engkau banyak-banyak syukur dan sabar dan redhakan qodhanya itu seperti firman Allaha Taa’laya yang maha mulia Ana Allaha Maa’ Al Shobarayana ertinya ketahui olehmu demikian itulah.
Putus
Perinya tengah nabi Allaha duduk di dalam tahta kerajaan. Maka sekarang dengar olehmu pula perbuatan segala awalaya Allaha yang diatas tahta kerajaan.
Kata hikayat tatkala nabi Mahamada Shola Allaha A’layaha Wa Salama duduk diatas tahta kerajaan menyuruhkan dua orang fawaja ke negeri Tajala. Suatu fawaja penghulunya Kholadayana Walada, kedua fawaja penghulunya A’laya radhoya Allaha a’naha dan cincin antara dua penghulu itu. Jikalau pada ketika perang ini jadi setempat maka sayadana A’laya jua penghulu kedua laskar itu dan jika bercerai antara kedua laskar maka penghulunya lain apabila lalulah kedua laskar dari negeri. Maka pada masa itu Sataya Fathomaha radhoya Allaha a’naha sakit maka rasul Allaha Shola Allaha A’layaha Wa Salama pun pergi melihat Sataya Fathomaha serta dengan seorang sahabat namanya A’marana. Apabila sampai rasul Allaha pada tempat rumah Sataya Fathomaha ditepuknya oleh rasul Allaha pintu rumah Sataya Fathomaha radhoya Allaha a’naha “Ya rasul Allaha datang tuan hamba”. Maka sabda rasul Allaha “Ya Fathomaha, ada sertaku A’marana masukkah aku atau tiadakah”. Maka kata Fathomaha “Ya rasul Allaha, pakaian hamba hanyalah suatu kemalai jua yang ada pada hamba tutupkan kepala hamba. Jika hamba tutupkan kepala hamba, tiadalah dapat menutupkan kaki hamba dan jika hamba tutupkan kaki hamba tiadalah dapat hamba menutupkan kepala hamba. Maka betapa A’marana dapat masuk ke dalam rumah ini”. Maka rasul Allaha pun memberikan Sabayanya pada Sataya Fathomaha supaya dapat menutupkan kepalanya dengan sabaya itu.
Maka rasul Allaha pun masuklah dan A’marana pun serta masuk bersama-sama dengan rasul Allaha duduk diatas tanah dan suatu tikar pun tiada di dalam rumahnya itu hanya dengan suatu kemalai yang buruk dan hadrat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama menutupkan baunya dan tubuhnya terlalu dhaif kurus dan pucat mukanya. Maka sabda rasul Allaha “Hai anakku, apa halmu ini”. Maka kata Sataya Fathomaha “Ya rasul Allaha, sabar jua Allaha tetap yang memberi sangat dhaif kurus tubuh hamba dan pucat tubuh hamba ini sebab dua perkara. Suatu penyakit, keduanya tiga hari sudah sesuap nasi pun tiada hamba makan”. Maka apabila rasul Allaha mendengar kata Sataya Fathomaha demikian itu maka rasul Allaha pun menangis dan A’marana pun menangis dan Sataya Fathomaha pun menangis.
Maka sabda rasul Allaha “Hai anakku Fathomaha, demi Allaha yang menjadikan aku pesuruhnya daku kerjakan dan aku pun tiga hari sudah sesuap nasi pun tiada daku makan dan aku kepada Allaha Taa’laya terlebih mulia daripada engkau. Barang yang aku pinta dianugerahinya bahawa aku pinta pada Allaha Taa’laya menjadikan ia kepada aku fakir dan miskin. Hai anakku Fathomaha, sabarlah engkau daripada hal kesakitan dunia ini dan pohonkan kebesaran itu di dalam akhirat jua. Maka sesuatu duka di dunia ini seribu kesukaan di akhirat dan sekali suka cita di dunia ini dua tiga hari jua lamannya lepas dari itu lagi akan lenyap jua adanya dan sekali sukacita di akhirat itu kekal ia tiada berkesudahan. Hai Fathomaha, hendaklah engkau banyak-banyak syukur dan sabar dan redhakan qodhanya itu seperti firman Allaha Taa’laya yang maha mulia Ana Allaha Maa’ Al Shobarayana ertinya ketahui olehmu demikian itulah.
Putus
Perinya tengah nabi Allaha duduk di dalam tahta kerajaan. Maka sekarang dengar olehmu pula perbuatan segala awalaya Allaha yang diatas tahta kerajaan.
Bermula hikayat tatkala sayadana Abawa Bakara Al Shodayaqo radhoya Allaha a’naha duduk jadi khalifah dengan pesan nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama. Maka adalah ia membawa kain pergi ke pasar di jualnya akan jadi nafkah anak isterinya. Maka segala sahabat pun tiada berkenan perbuatannya itu maka kata segala sahabatnya “Ya Amayara Al Mawamanayana, adapun khalifah itu tiada dapat sekali berjual kain ke dalam pasar itu”. Maka kata sayadana Abawa Bakara “Hai segala taulanku, bahawa nafkah isi rumahku itu fardhu atasku jikalau aku taksir pada mengadakan hak mereka itu berdosalah daku”. Maka segala sahabat pun menyertai memberi nafkah akan isi rumah Abawa Bakara daripada harta Bayata Al Maala supaya sentosa sayadana Abawa Bakara daripada mengerjakan kerajaan menghukumkan segala hamba Allaha dengan adil. Maka hampirlah akan wafat sayadana Abawa Bakara maka berpesan ia akan anaknya A’bada Al Rahamana katanya “Hai anakku, adapun segala tanam-tanaman di dusun itu jualkan maka bayarkan olehmu hak Bayata Al Maala itu”.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’mara jadi khalifah memegang kerajaan maka segala sahabatnya hendak memberi nafkah akan isterinya daripada harta Bayata Al Maala maka sayadana A’mara tiada mau menerima akan dia katanya “Lagi kuat tubuhku dapat jua aku mencari nafkah mereka itu pada tiap-tiap hari”. Apabila selesai ia daripada menghukumkan hamba Allaha maka keluarlah ia daripada negeri Madinah ke sebelah Safa ia berbuat bata sampai waktu Zohor maka sayadana A’mara pun pergi sembahyang ke masjid serta segala sahabat. Telah sudah sembahyang maka pergi pula ia mengerjakan bata hingga datang waktu A’sar senantiasalah yang demikian itu kerjanya dan pencariannya daripada harga bata itulah memberi nafkah akan segala isi rumahnya.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’tamana radhoya Allaha a’naha jadi khalifah memegang kerajaan maka pada hari jumaat lepas daripada sembahyang berkata sayadana A’tamana “Hai segala hamba Allaha yang hadir di dalam masjid. Ketahui olehmu bahawasanya pekerjaan khalifah itu wajib atasku memeriksa ia segala hamba Allaha dan menghukumkan atas mereka itu dan mencari nafkah isi rumahnya itupun wajib atasku maka tubuhku tuha maka betapa aku dapat mengerjakan dua pekerjaan maha berat keduanya maka hendaklah kamu membicarakan siapa yang layak kerajaan itu serahkan kepadanya supaya dapat aku mencari nafkah akan isi rumahku”. Maka adalah sayadana A’laya radhoya Allaha a’naha muafakat dengan segala sahabat memberi nafkah akan isi rumah sayadana A’tamana daripada harta Bayata Al Maala supaya tetap sayadana A’tamana duduk menghukumkan segala hamba Allaha memeriksa ia mereka itu. Maka tatkala hampirlah wafat sayadana A’tamana maka ada kebun kurma baginya maka disuruhnya jualkan, harganya itu di suruh bayarkan daripada harta Bayata Al Maala.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’laya radhoya Allaha a’naha jadi khalifah duduk memegang kerajaan maka tiap-tiap hari jumaat diambil Amayara Al Mawamanayana A’laya tepung Shaa’yara (barli) suatu ditaruh di dalam tempat tandanya hingga datang hari jumaat yang lain diambil pula suatu shoaa’ tepung Shaa’yara ditaruh dengan tandanya. Maka bertanya seseorang daripada sahabat “Ya Amayara Al Mawamanawana, siapa hendak mencuri tepung Shaa’yara ini maka tuan hamba taruh dengan teguhnya serta tandanya”. Maka kata sayadana A’laya “Tiadakan bahawa sebab curi orang tetapi aku takut daripada jin dan manusia kalau dibukakannya tepung itu ditambahinya dengan tepung yang lain. Itulah sebabnya aku tanda atas tepung itu”. Maka selama-lama hidupnya oleh sayadana A’laya akan makanannya pada tiap-tiap hari tepung Shaa’yara yang segenggam itu.
Bermula hikayat tatkala A’mara abana A’bada Al Azayaza rahamata Allaha Taa’laya duduk diatas tahta kerajaan negeri Baghdad demikianlah menggantikan ayahnya Sultan Salayamana. Maka beberapa harta yang ditinggalkan pada A’mara abana A’bada Al Azayaza maka di dalam hati A’mara abana A’bada Al Azayaza “Tiada diketahui bahawa harta ayahku ini yang dahulu datang kepada aku harta itu halalkah atau haramkah”. Maka A’mara abana A’bada Al Azayaza pun memanggil berjamu segala fakir dan miskin di dalam negeri itu dan segala anak isterinya dikeluarkan oleh A’mara abana A’bada Al Azayaza daripada istana itu ditaruh pada suatu rumah yang lain. Maka di suruhnya segala fakir itu merampas barang yang ada isi di dalam rumah itu daripada harta pusaka daripada emas dan perak dan permata warna-warni dan barang pakaian dan perhiasan kerajaan yang indah-indah. Maka barang yang ada tinggal lagi itu dirinya sendiri pula membahagikan daripada segala fakir dan miskin.
Kemudian maka dipanggilnya segala menteri dan bertanya ia kepadanya “Hai menteriku, berapa upah orang yang seorang mengerjakan sesuatu pekerjaan barang kerja di dalam negeri Baghdad ini”. Maka kata segala menteri-menteri itu “Ya shah alam, adapun upah orang yang seorang mengerjakan kerja orang sudah di adatkan di dalam negeri Baghdad ini empat dirham jua di dalam sehari upahnya”. Maka sabda A’mara abada A’bada Al Azayaza “Hendaklah engkau beri kepada aku hai segala menteriku, empat dirham di dalam sehari daripada harta Bayata Al Maala supaya aku belanjakan empat dirham itu aka nisi rumahku dan aku mengerjakan pekerjaan melingkarkan hamba Allaha Taa’laya di dalam kerajaan".
Bermula diriwayatkan anak-anak A’mara abana A’bada Al Azayaza itu sembilan orang banyaknya. Suatu hari A’mara abana A’bada Al Azayaza itu sakit sangat telah hampirlah akan wafat maka dipanggil segala menterinya dan segala keluarganya maka hendak dipesan maka mereka itu barang kehendaknya. Maka segala menterinya dan keluarganya semuanya pun datang melihat A’mara abana A’bada Al Azayaza pada ketika itu tiada di dapatinya di dalam rumahnya melainkan suatu daripada mashohaf dan sebilah daripada pedang maka yang lain suatu pun tiada. Maka berkata seorang daripada keluarganya “Ya Amayara Al Mawamanayana, adapun seperti pekerjaan tuan hamba seorang pun tiada berbuat demikian itu”. Maka kata A’mara abana A’bada Al Azayaza “Kerja apa yang aku perbuat itu” maka kata segala keluarganya “Akan segala harta pusaka tuan hamba maka tuan hamba buangkan sia-sia tiada mau meninggalkan sedikit jua pun. Maka segala anak tuan hamba ditinggalkan dengan kesakitan kemudian daripada wafat tuan hamba suatu pun tiada menaruh belanja mereka itu”.
Setelah A’mara abana A’bada Al Azayaza mendengar kata mereka itu maka sabda A’mara abana A’bada Al Azayaza “Hai segala kaum keluarga dan segala saudaraku, akukah memberi rezeki akan segala anak-anak aku itu dan dapatkah rezeki anak-anakku itu diberikan pada orang yang lain. Adapun segala anak-anakku dan cucuku itu tak dapat tiada atas dua perkara. Jikalau tiada ia soleh adalah ia fasik, maka jikalau ia soleh nescaya dianugerahi Allaha Taa’laya rezekinya dengan murahnya jua pada segala hambanya yang soleh itu kerana orang yang soleh itu dikasihani Allaha Taa’laya jua apa kurang kepadanya dan jikalau segala anak cucuku itu fasik maka tiada harus dicitakan kerana ia seteru Allaha Taa’laya melainkan Allaha Taa’laya jua mengetahui hal hambanya baik dan jahat”. Setelah sudah berkata-kata demikian itu maka A’mara abana A’bada Al Azayaza pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’laya dengan sejahteranya.
Demikianlah segala nabi-nabi dan wali dan orang yang soleh mengerjakan seperti perbuatannya yang demikian itu maka dapatlah dikatakan Salathona Kholayafata Al Rahamana dan Salathona Zhola Allaha Faya Al Aradho. Maka apabila raja-raja itu lain perinya dan perbuatannya dengan kelakuan raja-raja yang tersebut itu maka adalah ia memerintahkan kerajaannya mengikut hawa nafsunya mengerjakan pekerjaanya tiada tentu dan jahilnya dan jika ia tahu melupakan dirinya maka raja itulah bayang-bayang Iblis dan khalifah syaitan seteru Allaha Taa’laya jua. Padanya ialah membinasakan nama Kholayafata Al Mawamanayana daripada sebab bebalnya maka jadilah tiada berbudi dan tiada malu membesarkan dirinya dan dibilangkan segala rakyat itu hambanya lihatlah alpanya itu.
Bukankah tuhanmu menyuruhkan engkau mengerjakan segala kerja hambanya dan diwajibkan atasmu memeliharakan mereka itu daripada segala kejahatan dan menyampaikan mereka itu segala kebajikan. Maka jika taksir engkau akan pekerjaan mereka itu, diseksakan Allaha Taa’laya engkau dengan seksa yang amat pedih. Ketahui olehmu bahawasanya pekerjaan itu diumpamakan seperti seorang raja yang amat besar dan amat kayanya maka dipilihnya di dalam hambanya yang banyak itu seorang maka diserahkannya segala harta dan segala hambanya pada tangannya dan dipesannya daripada segala pekerjaan itu dan dinyatakannya baik dan jahat kepadanya dan jikalau ada sesuatu kejahatan yang lain istimewa jua dan berbahagia ingatlah ia dengan sungguhnya akan pesan raja padanya dan dipeliharakan segala hartanya dan segala hambanya yang terserahkan kepadanya oleh raja itu dan jika hamba raja yang dipilih itu tiada beruntung dialpakan dengan bebalnya tiada ia ingatkan segala pesan raja itu dibinasakan harta raja itu, dibinasakan harta rajanya dan disakiti segala hamba raja itu maka murkalah raja padanya dan diseksakan akan dia maka diumpamakan itu. Demikianlah perinya pada hadrat Allaha Taa’laya dipilihnya di dalam segala hambanya dan menyerahkan segala hambanya itu padanya dan dan disuruh periksa ia hal hambanya baik dan jahatnya dan disuruh hukumkan dengan hukum yang sebenar-benar. Maka wajiblah atas segala raja-raja memeliharakan segala rakyatnya dan memeriksa ia halnya tiap-tiap masa.
Bermula tersebut di dalam kitab Sayara Al Malakawaka, barang siapa di jadikan Allaha Taa’laya ia raja maka hendaklah ia mengetahui keadaan sepuluh perkara supaya dapat mengatakan ia Kholayafata Al Mawamanayana namanya. Pertamanya hendaklah ada raja itu akal dan baligh supaya dapat membezakan antara baik dan jahat. Kedua perkara hendaklah raja itu berilmu dan jikalau tiada ia berilmu maka hendaklah ia bersahabat dengan orang yang berilmu. Hendaklah mencari kitab Ahala Al A’lamawa dibacanya dan jikalau tiada ia membaca kitab hendaklah dicari orang yang tahu membaca supaya ingat pengajarannya diikut sebolehnya dan jika tiada demikian niayalah kerajaannya itu. Ketiga hendaklah raja itu baik rupanya supaya segala orang mengasihi akan dia. Bermula jika tiada baik rupanya hendaklah baik pekertinya dan ramahnya supaya dikasih orang sekelian. Keempat hendaklah raja-raja itu murah tangannya kerana murah itu baik dan terlebih baik tinggi martabat dan mahsyur namanya kepada segala raja-raja itu.
Kelima hendaklah raja-raja itu ingatkan orang yang berbuat baik kepadanya dan membalaskan kebajikan seseorang yang kebajikan padanya supaya mahsyur nama yang demikian itu pada segala raja-raja. Keenam hendaklah raja-raja itu menzahirkan beraninya kerana segala hulubalang itu ia menurut akan rajanya berani itu dan jika penakut rajanya maka hambanya itupun penakut pula. Ketujuh hendaklah raja itu mengurangkan makan dan tidur kerana daripada sebab banyak makan itu bencana datang seperti tersebut pada kitab hikmat dan barang siapa banyak makan dan banyak-banyak tidur dan barang siapa banyak tidur jadi banyak alpanya. Maka banyaklah datang menyesal di dalam pekerjaan dunia dan akhirat akan pekerjaan mengetahui dan mengingati akan orang yang baik dan jahat kepadanya. Kedelapan hendaklah raja-raja itu mencari laki-laki kerana perempuan itu kurang budinya. Kesembilan hendaklah raja-raja itu kurang bercampur dengan perempuan atau berkata dengan perempuan ia itu jadi mengurangkan budi akalnya dan bicara yang banyak kerana melupakan pekerjaan. Kesepuluh hendaklah raja-raja itu mencari menteri yang berilmu dan yang berbudi supaya dapat membicarakan hikmat pekerjaannya maka nyatalah perempuan itu tiada dapat dijadikan raja melainkan pada ketika kesukaran jua.
Soal – Di dalam suatu negeri mati rajanya maka tiada seorangpun laki-laki daripada anak cucunya dan kaum keluarganya pun tiada melainkan perempuan jua maka dapatkah di jadikan raja perempuan itu atau tiada. Jawab – dapat dijadikan raja perempuan itu sebab kesukaran segala hamba Allaha jangan jadi fitnah negeri.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’mara jadi khalifah memegang kerajaan maka segala sahabatnya hendak memberi nafkah akan isterinya daripada harta Bayata Al Maala maka sayadana A’mara tiada mau menerima akan dia katanya “Lagi kuat tubuhku dapat jua aku mencari nafkah mereka itu pada tiap-tiap hari”. Apabila selesai ia daripada menghukumkan hamba Allaha maka keluarlah ia daripada negeri Madinah ke sebelah Safa ia berbuat bata sampai waktu Zohor maka sayadana A’mara pun pergi sembahyang ke masjid serta segala sahabat. Telah sudah sembahyang maka pergi pula ia mengerjakan bata hingga datang waktu A’sar senantiasalah yang demikian itu kerjanya dan pencariannya daripada harga bata itulah memberi nafkah akan segala isi rumahnya.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’tamana radhoya Allaha a’naha jadi khalifah memegang kerajaan maka pada hari jumaat lepas daripada sembahyang berkata sayadana A’tamana “Hai segala hamba Allaha yang hadir di dalam masjid. Ketahui olehmu bahawasanya pekerjaan khalifah itu wajib atasku memeriksa ia segala hamba Allaha dan menghukumkan atas mereka itu dan mencari nafkah isi rumahnya itupun wajib atasku maka tubuhku tuha maka betapa aku dapat mengerjakan dua pekerjaan maha berat keduanya maka hendaklah kamu membicarakan siapa yang layak kerajaan itu serahkan kepadanya supaya dapat aku mencari nafkah akan isi rumahku”. Maka adalah sayadana A’laya radhoya Allaha a’naha muafakat dengan segala sahabat memberi nafkah akan isi rumah sayadana A’tamana daripada harta Bayata Al Maala supaya tetap sayadana A’tamana duduk menghukumkan segala hamba Allaha memeriksa ia mereka itu. Maka tatkala hampirlah wafat sayadana A’tamana maka ada kebun kurma baginya maka disuruhnya jualkan, harganya itu di suruh bayarkan daripada harta Bayata Al Maala.
Bermula hikayat tatkala sayadana A’laya radhoya Allaha a’naha jadi khalifah duduk memegang kerajaan maka tiap-tiap hari jumaat diambil Amayara Al Mawamanayana A’laya tepung Shaa’yara (barli) suatu ditaruh di dalam tempat tandanya hingga datang hari jumaat yang lain diambil pula suatu shoaa’ tepung Shaa’yara ditaruh dengan tandanya. Maka bertanya seseorang daripada sahabat “Ya Amayara Al Mawamanawana, siapa hendak mencuri tepung Shaa’yara ini maka tuan hamba taruh dengan teguhnya serta tandanya”. Maka kata sayadana A’laya “Tiadakan bahawa sebab curi orang tetapi aku takut daripada jin dan manusia kalau dibukakannya tepung itu ditambahinya dengan tepung yang lain. Itulah sebabnya aku tanda atas tepung itu”. Maka selama-lama hidupnya oleh sayadana A’laya akan makanannya pada tiap-tiap hari tepung Shaa’yara yang segenggam itu.
Bermula hikayat tatkala A’mara abana A’bada Al Azayaza rahamata Allaha Taa’laya duduk diatas tahta kerajaan negeri Baghdad demikianlah menggantikan ayahnya Sultan Salayamana. Maka beberapa harta yang ditinggalkan pada A’mara abana A’bada Al Azayaza maka di dalam hati A’mara abana A’bada Al Azayaza “Tiada diketahui bahawa harta ayahku ini yang dahulu datang kepada aku harta itu halalkah atau haramkah”. Maka A’mara abana A’bada Al Azayaza pun memanggil berjamu segala fakir dan miskin di dalam negeri itu dan segala anak isterinya dikeluarkan oleh A’mara abana A’bada Al Azayaza daripada istana itu ditaruh pada suatu rumah yang lain. Maka di suruhnya segala fakir itu merampas barang yang ada isi di dalam rumah itu daripada harta pusaka daripada emas dan perak dan permata warna-warni dan barang pakaian dan perhiasan kerajaan yang indah-indah. Maka barang yang ada tinggal lagi itu dirinya sendiri pula membahagikan daripada segala fakir dan miskin.
Kemudian maka dipanggilnya segala menteri dan bertanya ia kepadanya “Hai menteriku, berapa upah orang yang seorang mengerjakan sesuatu pekerjaan barang kerja di dalam negeri Baghdad ini”. Maka kata segala menteri-menteri itu “Ya shah alam, adapun upah orang yang seorang mengerjakan kerja orang sudah di adatkan di dalam negeri Baghdad ini empat dirham jua di dalam sehari upahnya”. Maka sabda A’mara abada A’bada Al Azayaza “Hendaklah engkau beri kepada aku hai segala menteriku, empat dirham di dalam sehari daripada harta Bayata Al Maala supaya aku belanjakan empat dirham itu aka nisi rumahku dan aku mengerjakan pekerjaan melingkarkan hamba Allaha Taa’laya di dalam kerajaan".
Bermula diriwayatkan anak-anak A’mara abana A’bada Al Azayaza itu sembilan orang banyaknya. Suatu hari A’mara abana A’bada Al Azayaza itu sakit sangat telah hampirlah akan wafat maka dipanggil segala menterinya dan segala keluarganya maka hendak dipesan maka mereka itu barang kehendaknya. Maka segala menterinya dan keluarganya semuanya pun datang melihat A’mara abana A’bada Al Azayaza pada ketika itu tiada di dapatinya di dalam rumahnya melainkan suatu daripada mashohaf dan sebilah daripada pedang maka yang lain suatu pun tiada. Maka berkata seorang daripada keluarganya “Ya Amayara Al Mawamanayana, adapun seperti pekerjaan tuan hamba seorang pun tiada berbuat demikian itu”. Maka kata A’mara abana A’bada Al Azayaza “Kerja apa yang aku perbuat itu” maka kata segala keluarganya “Akan segala harta pusaka tuan hamba maka tuan hamba buangkan sia-sia tiada mau meninggalkan sedikit jua pun. Maka segala anak tuan hamba ditinggalkan dengan kesakitan kemudian daripada wafat tuan hamba suatu pun tiada menaruh belanja mereka itu”.
Setelah A’mara abana A’bada Al Azayaza mendengar kata mereka itu maka sabda A’mara abana A’bada Al Azayaza “Hai segala kaum keluarga dan segala saudaraku, akukah memberi rezeki akan segala anak-anak aku itu dan dapatkah rezeki anak-anakku itu diberikan pada orang yang lain. Adapun segala anak-anakku dan cucuku itu tak dapat tiada atas dua perkara. Jikalau tiada ia soleh adalah ia fasik, maka jikalau ia soleh nescaya dianugerahi Allaha Taa’laya rezekinya dengan murahnya jua pada segala hambanya yang soleh itu kerana orang yang soleh itu dikasihani Allaha Taa’laya jua apa kurang kepadanya dan jikalau segala anak cucuku itu fasik maka tiada harus dicitakan kerana ia seteru Allaha Taa’laya melainkan Allaha Taa’laya jua mengetahui hal hambanya baik dan jahat”. Setelah sudah berkata-kata demikian itu maka A’mara abana A’bada Al Azayaza pun kembalilah ke rahmat Allaha Taa’laya dengan sejahteranya.
Demikianlah segala nabi-nabi dan wali dan orang yang soleh mengerjakan seperti perbuatannya yang demikian itu maka dapatlah dikatakan Salathona Kholayafata Al Rahamana dan Salathona Zhola Allaha Faya Al Aradho. Maka apabila raja-raja itu lain perinya dan perbuatannya dengan kelakuan raja-raja yang tersebut itu maka adalah ia memerintahkan kerajaannya mengikut hawa nafsunya mengerjakan pekerjaanya tiada tentu dan jahilnya dan jika ia tahu melupakan dirinya maka raja itulah bayang-bayang Iblis dan khalifah syaitan seteru Allaha Taa’laya jua. Padanya ialah membinasakan nama Kholayafata Al Mawamanayana daripada sebab bebalnya maka jadilah tiada berbudi dan tiada malu membesarkan dirinya dan dibilangkan segala rakyat itu hambanya lihatlah alpanya itu.
Bukankah tuhanmu menyuruhkan engkau mengerjakan segala kerja hambanya dan diwajibkan atasmu memeliharakan mereka itu daripada segala kejahatan dan menyampaikan mereka itu segala kebajikan. Maka jika taksir engkau akan pekerjaan mereka itu, diseksakan Allaha Taa’laya engkau dengan seksa yang amat pedih. Ketahui olehmu bahawasanya pekerjaan itu diumpamakan seperti seorang raja yang amat besar dan amat kayanya maka dipilihnya di dalam hambanya yang banyak itu seorang maka diserahkannya segala harta dan segala hambanya pada tangannya dan dipesannya daripada segala pekerjaan itu dan dinyatakannya baik dan jahat kepadanya dan jikalau ada sesuatu kejahatan yang lain istimewa jua dan berbahagia ingatlah ia dengan sungguhnya akan pesan raja padanya dan dipeliharakan segala hartanya dan segala hambanya yang terserahkan kepadanya oleh raja itu dan jika hamba raja yang dipilih itu tiada beruntung dialpakan dengan bebalnya tiada ia ingatkan segala pesan raja itu dibinasakan harta raja itu, dibinasakan harta rajanya dan disakiti segala hamba raja itu maka murkalah raja padanya dan diseksakan akan dia maka diumpamakan itu. Demikianlah perinya pada hadrat Allaha Taa’laya dipilihnya di dalam segala hambanya dan menyerahkan segala hambanya itu padanya dan dan disuruh periksa ia hal hambanya baik dan jahatnya dan disuruh hukumkan dengan hukum yang sebenar-benar. Maka wajiblah atas segala raja-raja memeliharakan segala rakyatnya dan memeriksa ia halnya tiap-tiap masa.
Bermula tersebut di dalam kitab Sayara Al Malakawaka, barang siapa di jadikan Allaha Taa’laya ia raja maka hendaklah ia mengetahui keadaan sepuluh perkara supaya dapat mengatakan ia Kholayafata Al Mawamanayana namanya. Pertamanya hendaklah ada raja itu akal dan baligh supaya dapat membezakan antara baik dan jahat. Kedua perkara hendaklah raja itu berilmu dan jikalau tiada ia berilmu maka hendaklah ia bersahabat dengan orang yang berilmu. Hendaklah mencari kitab Ahala Al A’lamawa dibacanya dan jikalau tiada ia membaca kitab hendaklah dicari orang yang tahu membaca supaya ingat pengajarannya diikut sebolehnya dan jika tiada demikian niayalah kerajaannya itu. Ketiga hendaklah raja itu baik rupanya supaya segala orang mengasihi akan dia. Bermula jika tiada baik rupanya hendaklah baik pekertinya dan ramahnya supaya dikasih orang sekelian. Keempat hendaklah raja-raja itu murah tangannya kerana murah itu baik dan terlebih baik tinggi martabat dan mahsyur namanya kepada segala raja-raja itu.
Kelima hendaklah raja-raja itu ingatkan orang yang berbuat baik kepadanya dan membalaskan kebajikan seseorang yang kebajikan padanya supaya mahsyur nama yang demikian itu pada segala raja-raja. Keenam hendaklah raja-raja itu menzahirkan beraninya kerana segala hulubalang itu ia menurut akan rajanya berani itu dan jika penakut rajanya maka hambanya itupun penakut pula. Ketujuh hendaklah raja itu mengurangkan makan dan tidur kerana daripada sebab banyak makan itu bencana datang seperti tersebut pada kitab hikmat dan barang siapa banyak makan dan banyak-banyak tidur dan barang siapa banyak tidur jadi banyak alpanya. Maka banyaklah datang menyesal di dalam pekerjaan dunia dan akhirat akan pekerjaan mengetahui dan mengingati akan orang yang baik dan jahat kepadanya. Kedelapan hendaklah raja-raja itu mencari laki-laki kerana perempuan itu kurang budinya. Kesembilan hendaklah raja-raja itu kurang bercampur dengan perempuan atau berkata dengan perempuan ia itu jadi mengurangkan budi akalnya dan bicara yang banyak kerana melupakan pekerjaan. Kesepuluh hendaklah raja-raja itu mencari menteri yang berilmu dan yang berbudi supaya dapat membicarakan hikmat pekerjaannya maka nyatalah perempuan itu tiada dapat dijadikan raja melainkan pada ketika kesukaran jua.
Soal – Di dalam suatu negeri mati rajanya maka tiada seorangpun laki-laki daripada anak cucunya dan kaum keluarganya pun tiada melainkan perempuan jua maka dapatkah di jadikan raja perempuan itu atau tiada. Jawab – dapat dijadikan raja perempuan itu sebab kesukaran segala hamba Allaha jangan jadi fitnah negeri.
Soal – Apa bezanya laki-laki dan perempuan di dalam tahta kerajaan. Jawab – adapun perbezaan raja yang laki-laki daripada perempuan itu maka raja yang laki-laki itu harus duduk diadap orang banyak dan raja perempuan itu haram duduk nyata rupanya dilihat orang yang mengadap itu melainkan di dalam tirai kerana wajib dan fardhu atas perempuan itu menutupkan segala tubuhnya melainkan mukanya dan kedua tapak tangannya itupun di dalam rumahnya pada ketika sembahyang jua dapat membukakan mukanya dan kedua tapak tangannya itu tetapi raja yang perempuan itu harus di dengar orang suaranya supaya dikenal oleh rakyatnya ada rajanya atau tiada maka perempuan yang tiada jadi raja itu haram di dengar orang suaranya dan adapun raja yang laki-laki pada hari raya dan pada hari jumaat keluar sembahyang ke masjid dengan alat tahta kerajaannya menyatakan kebesarannya dan raja perempuan itu tiada harus keluar melainkan pada tempat yang sunyi jua dan jikalau raja perempuan itu membicarakan kerajaan di dalam negeri itu harus didengarkan bicaranya dan harus di ikut katanya dan bicaranya kerana budi perempuan itu tiada sampai pada kira-kira bicara yang sukar dan tiada pikirnya pada kemudian hari melainkan jikalau ada menteri yang tuha yang setiawan dengan rajanya hendaklah diikut bicaranya.
Bemula tersebut di dalam kitab Sayara Al Malakawaka mengatakan bahawasanya segala raja-raja itu hendaklah ia ingat atas dua perkara kerana kebesaran dunia akhirat itu dua perkara jua. Suatu antara raja dan antara Allaha Taa’laya dan keduanya antara raja dan antara raja-raja dan antara segala hamba Allaha Taa’laya. Maka hendaklah raja itu mengikut perbuatan syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama jangan melalui hukum syarak sekali-kali kerana kuat kerajaannya dan kemuliaan dan kebajikan itu berkat mengikut syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama jua dan kemuliaan raja itu seperti firman Allaha Taa’laya harus segala manusia menurut akan rajanya sebab menurut daripada syariat itu jua dan yang mengatakan Athoyaa’wa Allaha ertinya turut oleh kamu segala firman Allaha Taa’laya kerana yang menjadi akan kamu. Wa Athoyaa’wa Al Rasawala ertinya turut oleh kamu persuruhnya kerana ia menurut akan firman tuhan kepadanya itu. Wa Awalaya Al Amara Mana Kama ertinya turut oleh kamu akan yang menghukumkan kamu daripada antara kamu kerana yang hukum itulah menurutkan segala peri pesuruh Allaha dan segala peri pesuruh rasul Allaha itulah mengenakan syariat namanya. Apabila kamu menurut akan raja yang demikian itu serasa menurut akan rasul Allaha dan menurut Allaha Taa’laya seperti firman yang maha mulia Mana Yathoyaa’ Al Rasawala Faqoda Athoa’ Allaha ertinya barang siapa mengikut akan rasul Allaha maka sanya mengikut ia akan Allaha Taa’laya.
Dan lagi hendaklah raja itu jangan mengerjakan pekerjaan bidaah dan jikalau ada orang yang bidaah jangan ditaruh hampir atau di tengah negeri kerana ia orang yang mengerjakan pekerjaan bidaah kerana jadi teladan orang yang banyak perbuatannya itu kerana pekerjaan itu pohon segala kejahatan dan jadi fitnah dan merosakkan agama Asalama itu dan harus raja-raja membunuh akan dia jikalau ia tiada mau taubat daripada pekerjaan yang bidaah itu dan adapun antara hamba Allaha itu hendaklah raja itu adil dan insaf pada menghukumkan atas segala hamba Allaha Taa’laya tak dapat tiada segala raja-raja itu kerana tiada yang terlebih keji dan terlebih fasik dan terlebih aib iaitu raja yang zalim dan lagi hendaklah raja-raja itu mengerasi Amara Ba Al Maa’rawafa dan Nahaya A’na Al Manakara. Maka segala rakyatnya jikalau ada yang demikian itu ialah raja Kholayafata Al Mawamanayana yang sebenar-benar yang beroleh waris daripada segala Anabaya A’laya Hama Al Sholawata Al Salama.
Bemula tersebut di dalam kitab Sayara Al Malakawaka mengatakan bahawasanya segala raja-raja itu hendaklah ia ingat atas dua perkara kerana kebesaran dunia akhirat itu dua perkara jua. Suatu antara raja dan antara Allaha Taa’laya dan keduanya antara raja dan antara raja-raja dan antara segala hamba Allaha Taa’laya. Maka hendaklah raja itu mengikut perbuatan syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama jangan melalui hukum syarak sekali-kali kerana kuat kerajaannya dan kemuliaan dan kebajikan itu berkat mengikut syariat nabi Shola Allaha A’layaha Wa Salama jua dan kemuliaan raja itu seperti firman Allaha Taa’laya harus segala manusia menurut akan rajanya sebab menurut daripada syariat itu jua dan yang mengatakan Athoyaa’wa Allaha ertinya turut oleh kamu segala firman Allaha Taa’laya kerana yang menjadi akan kamu. Wa Athoyaa’wa Al Rasawala ertinya turut oleh kamu persuruhnya kerana ia menurut akan firman tuhan kepadanya itu. Wa Awalaya Al Amara Mana Kama ertinya turut oleh kamu akan yang menghukumkan kamu daripada antara kamu kerana yang hukum itulah menurutkan segala peri pesuruh Allaha dan segala peri pesuruh rasul Allaha itulah mengenakan syariat namanya. Apabila kamu menurut akan raja yang demikian itu serasa menurut akan rasul Allaha dan menurut Allaha Taa’laya seperti firman yang maha mulia Mana Yathoyaa’ Al Rasawala Faqoda Athoa’ Allaha ertinya barang siapa mengikut akan rasul Allaha maka sanya mengikut ia akan Allaha Taa’laya.
Dan lagi hendaklah raja itu jangan mengerjakan pekerjaan bidaah dan jikalau ada orang yang bidaah jangan ditaruh hampir atau di tengah negeri kerana ia orang yang mengerjakan pekerjaan bidaah kerana jadi teladan orang yang banyak perbuatannya itu kerana pekerjaan itu pohon segala kejahatan dan jadi fitnah dan merosakkan agama Asalama itu dan harus raja-raja membunuh akan dia jikalau ia tiada mau taubat daripada pekerjaan yang bidaah itu dan adapun antara hamba Allaha itu hendaklah raja itu adil dan insaf pada menghukumkan atas segala hamba Allaha Taa’laya tak dapat tiada segala raja-raja itu kerana tiada yang terlebih keji dan terlebih fasik dan terlebih aib iaitu raja yang zalim dan lagi hendaklah raja-raja itu mengerasi Amara Ba Al Maa’rawafa dan Nahaya A’na Al Manakara. Maka segala rakyatnya jikalau ada yang demikian itu ialah raja Kholayafata Al Mawamanayana yang sebenar-benar yang beroleh waris daripada segala Anabaya A’laya Hama Al Sholawata Al Salama.
Sumber: Kitab Taja Al Salathoyana